Pages

Rabu, 26 Juli 2017

[Cerita Sex] Obsesi MR.Boss [05] [18+]

Ilustrasi Asri
Peringatan: Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian, masalah agama. kehidupan sosial ataupun ceita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Categori: Karyawan, MILF, Perselingkuhan
Para Tokoh :
    • Doni [MR. Boss]
      • Pengusaha
    • Ucok
      • Anak Buah [MR. Boss]
    • Lia Nurhayati
      • Anak Buah [MR. Boss]
      • Mantan PSK
    • Dewi
      • IRT [Ibu Rumah Tangga]
      • Istri kedua Doni [MR.Boss]
    • Sherly
      • Agen Asuransi
      • Teman Doni [Mantan rekan Kerja]
      • Mama Dani
    • Asri 
      • Kakak Tiri Doni [MR.Boss]
      • Istri Herman
      • Mama Raka
    • Herman
      • Suami Asri
      • Ayah Raka
    • Raka
      • Anak Herman dan Asri
    • Dani
      • Anak Sherly
    • Nando
      • Siswa TK
      • Anak Sugiyono dan Dewi








    Chapter 05
    Saudari Tiriku Obsesiku

     Satu hal yang aku benci adalah aku naksir saudara tiriku sendiri. Bagaimana ya awalnya, intinya ketika pertama kali aku dikenalkan dengan saudara tiriku ini, dan tidur satu kamar bahkan satu ranjang membuatku sange. Dan dialah yang pertama kali aku bisa ngecret keluar sperma. Bukan, bukan menyetubuhinya tapi menempelkan kepala penisku di lututnya. Itu pengalaman yang tak aku lupakan.

     Ceritanya adalah ketika ia tidur, kami hanya dipisah oleh sebuah guling. saat itulah tangannya tiba-tiba menindihku dan lututnya persis ada di atas guling menyentuh tubuhku. Awalnya aku tak suka ama dia. Namun entah kenapa aku jadi suka ama dia. Dan aku menciumnya. Jantungku berdebar-debar. Aku cium pipinya, lalu ke bibirnya. Setelah itu aku jadi lebih nakal lagi. Aku keluarkan penisku dan aku gesek-gesekkan di lututnya. Entah bagaimana, aku terangsang hebat. Setelah 10 menit aku gesek-gesek muncratlah maniku. Seketika itu ia terbangun aku menutupi tubuhku dengan selimut. 

    Aku : "Pura-pura tidur, apa dia tahu maniku keluar di lututnya sehingga terbangun?" pikirku.

     Kejadian kedua adalah ketika tidur siang. Ia memunggungiku. Saat itulah aku memepet dirinya. Bahkan aku mengeluarkan penisku dan kugesek-gesek ke pahanya. Aku yakin dia masih bangun. Tapi aku cuma berani sebatas itu. Setelah itu aku kemudian dimarahin ibuku dan nenekku habis-habisan karena Asri melaporkannya.

     Setelah itu aku tak pernah lagi punya pikiran untuk ngerjain Asri lagi. Aku ingin menunjukkan bahwa ku telah berbah total. Namun dalam hati aku masih punya perasaan kepadanya. 

     Setelah aku menikah, punya anak, bahkan nikah lagi ama Dewi, aku masih tetap punya rasa itu. Sebetulnya aku sangat cemburu ketika dia menikah dengan pacarnya. Mereka pun udah punya satu anak namanya Raka. Selama ini dia ikut suaminya di Klaten, setahun sekali kami bertemu yaitu ketika lebaran. Tampaknya peristiwa masa kecil itu sudah kami kubur dalam-dalam. Namun tidak bagiku.

     Sebagaimana yang aku lakukan kepada Dewi. Aku tiba-tiba punya niat jelek juga melakukan hal yang hampir serupa kepada Asri. Tapi sampai saat itu aku tak tahu bagaimana caranya.

     Akhirnya terjadilah peristiwa tragis. Ayahnya (ayah tiriku) meninggal, karena gagal jantung. Kami semuanya berduka. Seluruh keluarga berkumpul saat itu. Aku dan kedua istriku, serta anak-anakku, sepupu-sepupuku, paman dan semua orang. Bahkan Asri. Setelah prosesi pemakaman, kami pun berunding tentang rumah yang ditempati oleh ibu dan ayahku.

    Ibu : "Rumah ini sekarang jadi milik ibu, tapi ibu sekarang serahkan kepada Doni."

    Ibu : "Karena ia yang sekarang ini punya hak juga sebagai kepala keluarga," kata ibuku. 

    Ibu : "Tapi ibu kepingin agar Asri nemani ibu di sini. Sama suamimu juga gak papa."

     Asri pun bingung sekarang. Akhirnya karena melihat kondisi ibuku yang sudah sakit-sakitan dan aku yang harus mengurus istri-istriku, akhirnya ia pun mengiyakan saja. Apalagi ia tak dapat hak waris. Kalau diberi rumah sih lebih baik daripada ngontrak. Akhirnya satu-satunya pewaris berikutnya adalah aku sebagai anak tunggal. Dan kalau aku meninggal, hak warisnya barulah ke Asri. 

     Dan tak terasa, setelah sebulan kemudian ibuku menyusul ayah. Kami semuanya bersedih. Kedua istriku berusaha menghibur diriku. Aku tahu mereka sangat baik kepadaku dan berharap aku jangan bersedih terus. Akhirnya untuk menghilangkan kesedihanku aku minta ijin untuk bisa tinggal di rumah ibuku sementara waktu. Kedua istriku mengiyakan, toh mereka semua juga ada pembantu. Paling tidak seminggu saja. 

     Selama seminggu itu aku hanya ditemani oleh Asri. Sebagai wanita yang sekarang sudah menjadi ibu dengan anaknya yang sekarang berusia 4 tahun. Dia masih kelihatan cantik. Hanya saja karena di rumah ini bersama suaminya, aku jadi agak ndak enak. 

     Suatu ketika ketika aku sedang di rumah, aku bisa mendengar Asri sedang mandi di kamar mandi. Entah kenapa aku iseng kepingin ngintip. Dan akhirnya aku pun ngintip. Suaminya sedang tak ada di rumah, maka dari itu aku leluasa sekarang. Aku memanjat tembok dan melihatnya dari atas. Kamar mandi kami berada di dalam rumah, namun bagian langit-langitnya tak tertutup. Selama lebih kurang satu menit aku melihatnya mandi, aku menelan ludah saat melihat dadanya yang montok, dan memeknya itu. 

    Aku : "Wah, gundul. Dia rajin mencukur ternyata." pikirku.

    Aku lalu turun, buru-buru pergi, takut kalau ketahuan Raka.

     Sebelum makan malam, aku punya rencanya yang agak jahat. Aku campurkan obat tidur di sayuran yang akan mereka gunakan untuk makan malam. Kami biasanya makan malam bersama. Namun aku beli sendiri di luar. Beli nasi goreng. Tak ada yang aneh dengan sikapku yang beli makanan sendiri. Mereka pun makan makanannya. Setelah makan dan beres-beres. Tampaknya efeknya mulai terasa. Si Raka pertama kali yang tertidur. Mungkin karena anak-anak. Kemudian Herman tertidur, dengan merebahkan diri di kasur. Disusul Mbak Asri. Saat itulah aku tersenyum penuh kemenangan. 

    Aku : "Bentar ya Herman, aku pinjam istrimu," kataku. 

    Aku pun membopong Asri dan kuletakkan di atas kasur tempat tidurku.

     Perlahan-lahan aku naikkan T-Shirtnya, lalu aku pelorotkan celana pendeknya, juga CD-nya. Aku lepas tali BH-nya yang ukurannya 34D.

    "Aku menyusu ya?"

     Kemudian aku hisap teteknya yang putingnya berwarna coklat itu. Ohh...ini impianku. Aku peluk dia dan aku remas payudaranya dan kuhisap-hisap. Kemudian ciumanku turun ke bawah. Aku ke klitorisnya. Aku jilati dan kusedot-sedot.

     Tampak Asri bergerak sedikit gelisah. Mungkin dalam tidurnya ia pun merasakan kenikmatan. Obat tidur ini bisa bikin tidur kurang lebih 4 jam. Jadi aku bisa leluasa menggarapnya. Tak terasa vaginanya sekarang mulai basah oleh lendir dan ludahku. Vaginanya yang gundul itu sekarang benar-benar tak ada satu bagian pun yang tak lepas dariku. Dan setelah 10 menit aku bermain-main di sana, pantatnya terangkat ke atas. Ia sepertinya orgasme. Cairan dari vaginanya sangat banyak keluar.

    Tanpa babibu, aku telanjang dan memasukkan batangku ke sarangnya.

    SLEBB..

    Aku : Ooouuuhhh....enak banget. ini adalah impianku di masa kecil sekarang bisa aku nikmati."

    Aku pun merangkulnya, memeluknya erat dengan menindihnya. Penisku makin masuk dan masuk.

    Aku : "Koq rasanya sempit ya memeknya? Tapi bodo amat,"

    Aku makin mempercepat goyangan pantatku. Suara kamarku berubah menjadi suara erotis

    PLOK! PLOK PLOK!

    Bunyi beradunya selakangan kami.

    Aku : "Mbak, aku keluarin di mana ini? Di dalem atau di luar?" tanyaku.

    [....]  Asri tentu saja tak menjawab.

    Aku : "Ah...keluar nih...aduh....di luar deh Mbak, biar ndak dicurigai. AAAHHH!" teriakku.

     Aku segera cabut penisku dan aku kocok di depan dadanya. Seketika itu muncratlah 6 tembakan mani di atas toketnya. Kedutan penisku membuat pancaran cairan kental berwarna putih menembak ke gundukan gunung kembarnya. Setelah itu aku membersihkan sisa-sisa spermaku dengan kugesek-gesek ke tubuhnya.

     Aku lemas lalu berbaring di sebelahnya. sambil aku belai-belai bagian tubuhnya yang kemungkinan besar sensitif. Seperti dada di dekat ketiak, pinggul, dan perut. Aku biarkan spermaku mengering di dadanya. Bahkan ketika berbaring itu aku hadapkan wajahnya ke wajahku untuk aku ciumi.

     Setelah 10 menit aku melakukan hal itu, penisku tegang lagi. Kini aku balikkan badannya, kubuat pantatnya menghadap ke atas, lalu aku tusuk lagi.

    BLEESSSS...

    Aku : "Gila, memekmu peret banget Mbak, bikin aku cepet klimaks," kataku.

     Setelah itu aku menggarapnya lagi sampai puas, hingga hampir 3 jam. Setelah itu aku membersihkan spermaku yang belepotan di sekujur tubuhnya. Di dada, perut, pantat dan wajah. Kemudian aku pakaikan lagi pakaiannya dan mengembalikan lagi ke kamarnya.
    Ilustrasi Asri
     Esoknya Asri terlambat bangun, ia mengeluh badannya capek semua. Suaminya pun pergi bekerja setelah pamitan. Hari itu aku cuma diam saja. Aku sesekali menelpon kedua istriku. Sebab kalau tidak ditelpon pasti mereka akan berpikiran yang aneh-aneh.

     Dan kejadian malam itu aku ulang lagi. Mereka bertiga tertidur, lalu aku mengerjai Asri. Dan itu aku lakukan selama 5 hari selama di sini. Dan tak ada yang menaruh curiga. Asri saja yang mengeluh tubuhnya agak capek. Dan tentu

    Saja tak lupa, aku merekam semua yang aku lakukan.

    Sudah seminggu aku ada di rumah ibuku. Aku lalu pamit,.

    Aku : "Aku mau pulang hari ini. Jaga diri ya."

    "Hati-hati ya Don," kata Mbak Asri dan Herman.

    Aku melajukan mobil sedanku. Kemudian aku menelpon Ucok.

    Aku : "Cok, kau ada kerjaan," kataku.

    Aku : "Aku beritahukan nanti detailnya."

     Kehidupan kemudian berjalan dengan normal. Aku suruh Ucok untuk melakukan sesuatu yang gila menurutku. Yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Sementara Ucok bekerja aku hidup bahagia dengan Dewi dan Istriku. Dan mereka berdua berlomba-lomba untuk menarik perhatianku.

    Aku : "Hampir tiap jatah Dewi datang ia hanya memakai tanktop dan hotpants di rumah, siapa yang ndak kepingin coba?" pikirku

     Jadi hampir tiap kali jatah Dewi aku pasti ngentot ama dia. Ndak peduli di mana pun kami berada. Dan kalau dia berhalangan, aku dioral ama dia. Kami makin akrab satu sama lain. Mengingat masa-masa lalu yang indah.

    Aku : "Bagaimana dengan istri pertamaku?"

    Aku : "Sama. Bahkan ia sekarang menjaga tubuhnya, aerobik, yoga."

    Aku : "Tubuhnya makin langsing dan makin ganas di atas ranjang."

    Aku : "Dapat dua bidadari ini membuatku tak kekurangan kebutuhan seks."

     Namun ada kalanya aku masih merindukan Lia. Entah bagaimana kabarnya di kampung halamannya. PSK itu sekarang sudah tobat. Dan kabar baik tentu saja datang dari Dewi. Ia hamil. Kami sangat senang, dan istriku juga hamil bersamaan. Tokcer emang.

    Aku sedang berada di kantorku, kemudian telepon masuk. Aku mengangkatnya.

    Ucok : "Bos, tugas sudah selesai," kata Ucok.

    Aku : "Beneran?" tanyaku.

    Aku : "Cepet amat?"

    Ucok : "Yah, sudah dua minggu Bos. Ini waktunya lebih lama dari biasanya."

    Ucok : "Kan kata Bos harus benar-benar bersih dan diperhiungkan."

    Ucok : "Jadi tiap hari aku melihat kebiasaannya setelah itu sikat," katanya.

    Aku : "Bagaimana cara sikatnya?" tanyaku.

    Ucok : "Agak sadis sih bos," kata Ucok.

    Aku  : "Gimana?" tanyaku.

    Ucok : "Kami tabrakkan mobil kami ke dia dan disambut ama truk," kata Ucok.

    Aku : "Trus? Kalian ditangkap?" tanyaku.

    Ucok :  "Ya tidaklah Bos, kami sudah perhitungkan. Saat itu kondisinya sepi."

    Ucok : "Tidak ada seorang pun, dan mobil yang kami pakai mobil curian."

    Ucok : "Jadi kami leluasa meninggalkan jejak," kata Ucok.

    Aku : "Tak ada CCTV di TKP?" tanyaku.

    Aku : "Atau orang yang merekam kejadian?"

    Ucok : "Kalau pun merekam."

    Ucok : "Mereka ndak bakal ngenali kami karena kami pakai penutup kepala," kata Ucok.

    Aku : "Bagus, semoga saja ndak tercium. Kerja bagus"

    Aku : "Aku akan transfer duitnya sekarang," kataku.

    Ucok terdiam sejenak.

    Aku : "Kenapa Cok?" tanyaku.

    Ucok : "Bos, maaf. Tapi saya boleh minta sesuatu bos?" tanya Ucok.

    Aku : "Apaan Cok?" tanyaku.

    Ucok : "Saya ingin berhenti Bos," katanya.

    Perkataan Ucok ini membuatku kaget.

    Aku : "Kenapa Cok? Apakah ada sesuatu?"

    Ucok : "Sebenarnya, begini Bos. Jujur saya suka ama Lia,"

    Ucok : "Melihat sekarang dia sudah bertobat dan berubah membuat saya makin cinta ama dia."

    Ucok : "Saya ingin berhenti melakukan ini semua Bos." kata Ucok.

    Aku mengerti perasaannya.

    Ucok : "Saya ingin melamar Lia bos, jadi istri saya. Bos ndak marah kan?"

    Aku : "Ya itukan terserah Lia, mau sama kamu atau tidak," kataku.

    Aku juga terkejut mendengarnya.

    Ucok : "Iya sih Bos, dulu memang punya pengalaman buruk ama dia," kata Ucok.

    Aku : "Ucok, aku menganggapmu sebagai teman."

    Aku : "Kamu selama ini sudah baik kerjanya, aku ijinkan."

    Aku : "Aku selama ini tidak pernah mengekang siapapun," kataku.

    Aku : "Tapi ingat, jangan nyakitin dia."

    Ucok : "Siap Bos, mungkin ini pekerjaan terakhir saya."

    Ucok : "Tapi, karena selama ini Bos sudah baik sama saya."

    Ucok : "Kapanpun Bos butuh saya, saya akan datang," katanya.

    Aku : "OK, Ucok, terima kasih atas selama ini," kataku.

    Setelah itu ia menutup teleponnya. Aku tak menyangka Ucok naksir berat ama Lia.

    Aku : "Tapi tak apalah, toh aku sudah punya tambatan hati koq. Dua lagi. hehehe." pikirku

     Dan sebenarnya aku menyuruh Ucok untuk membunuh Herman suaminya Asri agar terlihat seperti kecelakaan. Mungkin setelah ini akan ada telepon masuk.

    Dan benar, ponselku berdering. Dari Asri.

    Aku : "Halo?" sapaku.

    Tampak terdengar tangisan.

    Asri : "Don..."

    Ia tampak menangis tersedu-sedu.

    Aku :"Mbak? Ada apa?" tanyaku.

    Asri : "Mas Herman Donn.....dia meninggal," katanya.

    Aku : "Hah? Koq bisa?" tanyaku.

     Asri pun menceritakan kalau suaminya korban tabrak lari. Aku kemudian mencoba menghiburnya dan berjanji akan segera ke rumahnya. Kami sekeluarga pun akhirnya berkumpul. Aku dan istri-istriku ke rumah ibuku lagi. Di sana mencoba menghibur Asri. Lebih kurang selama dua minggu aku suruh istri-istriku untuk menjaga Asri, paling tidak dihiburlah bagaimana pun caranya biar tidak sedih lagi.

     Selama dua minggu itu pula aku sering menelpon Mbak Asri. Untuk modus aku pun menelpon istri-istriku menanyakan kabar mereka. Setelah dua minggu kemudian mereka aku jemput. Mbak Asri tampaknya kesepian di rumah itu, aku bisa mengerti. Tapi ini salah satu bagian dari rencanaku. Setelah aku memulangkan istri-istriku, aku balik lagi ke rumah ibuku menemui Mbak Asri. Sebelumnya tentu saja minta ijin mereka dulu.

     Aku tahu kesedihannya belum hilang. Tapi ia mencoba tegar. Untuk menghiburnya aku pun mengajak dia jalan-jalan. Kami pun jalan-jalan ke mall, ke tempat-tempat wisata dan makan malam di restoran mahal. Mbak Asri tampak takjub dan senang dengan perlakuanku. Dan aku iseng mencampurkan serbuk perangsang ke makanan dan minumannya. Setelah selesai makan. Kami pun pulang. Kami tentu saja mengajak Raka anaknya. Orang-orang melihat kami seperti suami istri, padahal bukan. Dan ketika perjalanan pulang Raka tertidur di kursi belakang. Tampak kegelisahan ada di wajah Asri.

    Aku : "Kenapa Mbak? Pusing?" tanyaku.

    Asri : "Iya, ndak tahu kenapa," jawabnya.

    Aku : "Kecapekan kali," kataku.

    Kami pun sampai di rumah.

    Aku : "Biar aku gendong Raka," kataku.

     Asri segera masuk rumah. Garasi aku tutup, pintu aku kunci. Aku letakkan Raka di kamarnya. Asri tampak merebahkan diri ke sofa sambil memegangi keningnya.

    Aku lalu mengusap rambutnya.

    Aku : "Gimana Mbak?" tanyaku sambil mengusap rambut dan lengannya.

    Ia kaget.

    Asri : "Punya obat pusing?" tanyanya.

    Aku : "Ada tuh Bodrex di kotak obat," kataku.

    Aku : "Aku ambilin ya,"

    Ia mengangguk.
     Segera aku beranjak, dan tak lupa memberikan sentuhan lembut ke lengannya. Ia seolah-olah tak ingin aku pergi.

    Aku : "Ada apa Mbak?" tanyaku.

    Asri : "Ah, nggak apa-apa," katanya.

     Aku mengambil obat di kotak obat, dan segera kembali sambil membawa air putih. Ia lalu duduk. Dan segera minum obat itu.

    Aku : "Istirahat saja," kataku.

    Asri : "Iya, ide bagus," katanya.

    Ia mencoba berdiri, tiba-tiba lemas dan ambruk ke dadaku.

    Asri : "Ohh...Don..."

     Aku menangkap tubuhnya dan memegang pinggangnya. Wajah kami lalu bertatapan. Asri benar-benar sange. obatnya mujarab.

    Ilustrasi Asri

    Aku : "Mbak kenapa?" tanyaku.

    Asri : "Don, peluk aku!" katanya.

    Aku lalu memeluknya. Mendekapnya. Ia tambah erat mendekapku.

    Asri : "Kumohon jangan dilepas," katanya.

    Aku turuti saja.

    Ia pun merasakan pionku mulai mengeras.

     Tapi tak mempedulikan. Aku pun mengusap-usap punggungnya. Aku yakin pasti di bawah sana ia sangat basah.

    Aku : "Mbak, tahu nggak aku ingin jujur sama mbak," kataku.

    Asri menatapku.

    Aku : "Aku sangat cinta ama Mbak, sejak dulu. Sejak kita kecil," kataku.

    Aku : "Kalau boleh, biarlah aku mengisi kekosongan hati mbak.

    Aku : "Aku tahu Mbak sekarang sedang butuh bukan?"

    Asri mengangguk.

    Asri : "Tapi apa nanti kata-kata keluarga kita Don?"

    Aku : "Aku tak peduli, aku punya segalanya, kalau kau ingin mendapatkan harta waris ini,"

    Aku : "Sebaiknya kau menikah denganku," kataku.

    Asri : "Don, ohh.."

    Tanpa pikir panjang, aku melumat bibirnya.

    Aku : "Hhhmmmhh...,"

    Setelah itu hanya desahan-desahan nafas kami yang terdengar.


     Aku segera membuka bajunya, aku melepas bajuku. Ia pun melepas roknya, aku menarik branya. Ia menurunkan CD-ku, aku menurunkan CD-nya. Kami pun telanjang di ruang tamu. Ia benar-benar horni. Aku membenamkan wajahku ke toketnya yang gedhe itu. Ia pun menggelinjang ketika aku menggigit kecil putingnya.

    Asri : "Don....Ohhh....terus..." katanya.

    Tak lupa aku pun mengobok-obok vaginanya. Itu membuat ia makin menggelinjang tak karuan.

     Dan tak berapa lama kemudian, tubuhnya mengejang kakinya mengejang. Ia mendekapku erat. Orgasme pertamanya. Aku mendiamkannya untuk menikmati orgasmenya yang pertama. Tanganku belepotan cairan kewanitaannya.

    Asri : "Don, aku keluar. Aku tak pernah seperti ini sebelumnya," katanya.

     Aku lalu menciumnya, bergeser ke pipi, ke leher dan aku berikan cupangan-cupangan di sana. Ia kurebahkan, aku lalu menciumi dada, perut dan kuhisap vaginanya. Kembali Asri menggelinjang. Aku jilati klitorisnya, tak lupa lidahku aku sapu di garis vaginanya. Itu memberikan efek kepadanya. Pantatnya terangkat setiap kali aku melakukannya. Dan aku melakukannya berulang-ulang.

    Asri : "Aaahh...Donn.enaakk...teruss....oh...hinanya aku dijilati adik tiriku sendiri."

    Asri : "Hinanya aku mengkhianati suamiku....ohh...," rancaunya.

     Kemudian aku colok-colok lubangnya dengan lidahku. Ia menggelinjang hebat dan cairannya keluar makin banyak. Colokan pertama, colokan kedua dan ketika colokan ketiga aku teruskan dengan sapuan, ia pun meremas dan menjambak rambutku, dan mengapit kepalaku. Kepalanya menengadah ke atas dan matanya memutih, gelombang orgasme keduanya tiba. Aku lalu membersihkan mulutku. Asri tampak lemas. Pantatnya bergoyag hebat, ditambah cairan kewanitaannya keluar.

    ..crett...crett...crett..

     Pionku yang makin mengeras saja. Kini mengacung siap tempur. Aku buka pahanya. Ia sudah pasrah menerima apapun yang akan aku lakukan. Kemudian perlahan-lahan aku masukkan, terasa lancar dan licin. Namun sesak.

    Aku : "Apa karena punyaku besar? atau punyanya sempit?"

     Kepala pion saja serasa sempit. Asri tersentak, ketika aku tarik dan masukkan lagi ia tersentak lagi. Lalu ketiganya aku dorong perlahan ia menatapku dan melihat di bawah sana.

    Asri : "Oh...Don...punyamu gedhe banget, rasanya penuh," katanya.

     Kami lalu berciuman, sambil aku goyang pantatku maju mundur. Aku peluk tubuhnya rasanya tak ingin aku lepaskan lagi. Setiap kali penisku masuk dan selakangan kami beradu, ia mengangkat pantatnya. Kemudian ketika aku makin mempercepat tempo, kakinya mengunci pinggangku dan mengangkat pantatnya sambil memutar-mutar. Membuatku makin nikmat.

    Aku : "Mbak...aku mau nyampe,"

    Asri : "Aku udah dari tadi Don, ayo...aduh...mau keluar lagi kayaknya."

    Asri : "Aduh....aaahhh...," lenguhnya.

    Aku : "Aku, keluar...AAAkkkkhhh," seruku.

    Spermaku pun muncrat.

    CROOT....CROOT...CROOOTT...CROOOTTT...

    Asri : "Aku juga aaahhhhh,,...."

    Asri : "...Oohh...anget spermamu Don, anget, banyak."

     Impian masa kecilku sekarang aku dapatkan. Aku tetap menindihnya sampai spermaku habis. Rasa ngilu penisku. Asri memelukku dengan erat ketika Orgasme. Tubuh kami penuh dengan keringat. Aku tak tahu kalau ia sangat terangsang.

     Kemudian penisku lepas sendiri. Aku bangkit dan melihat spermaku meleleh dari dalam vaginanya. Asri tampak kelelahan, ia pun tertidur. Aku bisa mendengar dengkurannya yang halus. Aku lalu mengangkat tubuhnya dan kurebahkan dia di kamarnya. Lalu aku selimuti. Tak lupa aku kecup bibir dan keningnya.




    ***


    Ilustrasi Asri
     Paginya, aku sudah memasak untuknya. Raka sudah bangun terlebih dulu, aku yang memandikannya dan ia sudah bermain dengan teman-temannya di luar. Pagi itu Asri bangun kesiangan. Ia kaget melihat dirinya sudah ada di kamar tanpa busana dan berselimut. Ia berpikir sejenak atas peristiwa yang terjadi. Ia seakan-akan tak percaya bahwa ia begitu saja menyerahkan dirinya ke adik tirinya sendiri. Dengan badan yang cukup lelah setelah pertempuran kemarin malam, ia beranjak ke kamar mandi membersihkan diri. Setelah ia mandi dan ganti baju, Asri mendapatiku di dapur sudah selesai memasak.

    Aku : "Oh, hai. Pagi," kataku.

    [...] Asri ndak bicara.

    Ia duduk di meja makan matanya menerawang jauh.

    Asri : "Aku bingung," katanya.

    Aku : "Kenapa?" tanyaku.

    Aku :"Kenapa tadi malam kita melakukan itu?"

    Aku diam sebentar. Kemudian berjalan ke arahnya.

    Aku : "Mbak, kemarin itu Mbak sedang butuh bukan?

    Aku : "Dan aku hanya menerimanya saja.

    Aku : "Dan aku berterus terang tentang perasaanku selama ini ke Mbak,"

    Asri : "Aku tahu itu. Tapi entah, tadi malam aku sange banget."

    Asri : Don, berjanjilah kepada Mbak, sebab sekarang ini hanya engkau satu-satunya kerabat Mbak,"

    Asri : "Jangan tinggalin Mbak."

    Aku berkata.

    Aku : "Tidak akan."

    Asri : "Lalu bagaimana? Aku takut hamil. Sebab kemarin itu pas masa suburku,"

    Aku : "Ya nggak masalah, kita terusin aja."

    Asri : "Kalau memang kamu ingin menikah denganku, aku tak masalah."

    Aku : "Aku akan rundingkan dengan istri-istriku".

     Aku lalu menarik tubuhnya untuk berdiri. Ia lalu aku peluk. Lama sekali. Sambil aku usap-usap rambutnya.

    Aku : "Makan dulu yuk," ajakku.

     Kami pun kemudian sarapan pagi. Hari itu aku habiskan waktu sampai siang main dengan Raka. Aku dan Mbak Asri mulai berbicara dengan nyaman. Aku pun mulai tak takut lagi duduk berdekatan, bahkan terkadang merangkul dan mencium bibirnya. Semua itu aku lakukan tanpa merasa canggung. Bahkan siang itu Mbak Asri menidurkan Raka. Setelah itu kami pun bercinta lagi. Kali ini lebih ganas dari yang pertama dan lebih erotis.

     Setelah Raka tidur, aku menghampiri Mbak Asri yang sepertinya ikut tertidur. Perlahan-lahan aku mengendus telinganya, aku lalu merebahkan diriku disampingnya. Asri tidur miring, tanganku pun menyusup ke T-shirtnya dan mencari toketnya.

    Aku : "Wogh, ia tak pakai Bra." pikirku.

     Segera aku pilin putingnya ketika sudah menemukan benda itu. Asri terbangun, dan mendesah ketika mendapati aku yang melakukannya. Ia pun bangun, aku ditariknya hingga kemudian menuju ke kamarku. Disaat menarikku kami melakukan french kiss, hingga sampai ke kamar dan kami berguling-guling di atas kasur.

    Asri : "Don,...," katanya mendesah.

    Aku : "Kau tahu Mbak, aku dari dulu ingin seperti ini," kataku.

    Asri : "Seperti masa kecilmu?

    Asri : "Aku tahu kau dulu ingin sekali kepadaku, aku ingin terus terang kepadamu,"

    Mbak Asri kemudian membuka satu per satu bajunya, hingga tanpa sehelai benang pun. Aku juga mengikutinya, hingga kita berdua benar-benar bugil. Ia pun duduk di pangkuanku, menggenggam penisku dan mengarahkannya ke sarangnya.

    Aku : "Wah, ia ingin langsung." pikirku.

    BLESS...

     Rupanya ia sudah horni dari tadi. Ketika secara perlahan penisku masuk, ia tersentak. Matanya sayu, ia mengerutkan dahi sambil menatapku.

    Aku : "Oh wajahnya cakep banget,"

    Aku :  "Seperti bintang film JAV yang ketika menerima penis ke sarangnya."

    Asri : "Sejujurnya, awalnya aku benci kamu...."

    Asri : "Kenapa kau punya pikiran mesum kepadaku saat itu,"

    Asri :  "Namun....ahh...ahh...ohh..," Asri berkata sambil bergerak naik turun."

    Asri : "...ketika engkau menikah, entah kenapa ada rasa cemburu di dalam hatiku....."

    Asri : "Dan rasa cemburu itu makin besar ketika kau punya anak."

    Asri : "Dan tahukah kau Don?"

    Asri : "Aku menikah agar bisa menghilangkan rasa rinduku kepadamu, rasa sukaku, rasa cintaku."

     Aku pun memagutnya, lidah kami saling bertemu, saling menghisap. Asri tetap naik turun. Aku memeluknya sambil kuremas-remas payudaranya yang membusung. Nafsu kami saling mengejar. Ciumanku beralih ke pipi lalu ke lehernya, kuhisap

     Lehernya, sampai aku bisa memberikan cupangan di sana. Asri, lalu menghentikan gerakannya, ia berdiri lalu bebalik kemudian menungging.

    Asri : "Ayo, lanjutkan!" katanya.

    Aku mengerti, ia ingin ubah posisi. Aku masukkan pionku dari belakang.

    BLESS.....

    Aku bergoyang kembali.

    PLOK...PLOK...PLOK...

    Pantatnya beradu dengan selakanganku.

    Aku : "Ohhh..nikmatnya."

    Aku remas-remas bokongnya, sambil sesekali mencium punggungnya. Dan ia pun mengimbangi dengan menggoyangkan pantatnya. Rasanya penisku seperti diaduk-aduk. Aku lalu meremas toketnya, ia lalu memegang pinggangku, menekan dengan tangannya.

    Asri : "Ahhkk...aku keluar Don....hmmmmmhh...aaaaakhhh,"

     Asri menghentikan goyangannya, aku pun berhenti. Membiarkan ia menikmati orgasmenya. Ia lalu ambruk lemas. Aku balikkan tubuhnya.Ia sekarang pasrah.

     Aku buka lebar pahanya, kemudian kumasukkan penisku, sambil aku menghimpit dadanya. Aku menciumi bibirnya. Disambutnya dengan panggutan. Kemudian aku bergoyang lagi naik turun. Kakinya kemudian mengunci pinggangku. Tangannya merangkulku. Nampaknya Asri tak ingin membuatku kecewa, ia ingin kami sama-sama menikmatinya. Vaginanya sangat becek,

    Kecipak Kecipak

    Bunyi erotis di bawah sana sampai terdengar di ruangan ini.

    Aku : "Ohh....aahh...ahh..." penisku serasa diremas-remas.

     Asri hanya memejamkan mata sambil mendesis. Goyanganku makin lama makin cepat, karena rasanya sudah mentok di ujung. Aku mau keluar.

    Aku : "Mbak, ohh....aku kayaknya keluar ini, ndak tahan ama empot-empotmu," kataku.

    Asri : "Keluarin Don, nggak papa," katanya.

    Aku : "Ohh...aahhh...hhmm,....akuuu...hheekk...ke...luuu ..aaarr," kataku.

    Asri : "Ahh...aduh penismu, enak...keras banget.....aahhhh....aku kayaknya keluar juga,"

     Kami pun orgasme bersama-sama. walau cuma 5 detik, tapi rasanya lama sekali. Spermaku keluar banyak, entah berapa kali tembakan di dalam sana. Rahimnya terasa hangat oleh spermaku. Asri pun lemas. Aku lalu mencabut penisku yang mulai mengecil. Aku pun berbaring di sebelahnya. Ia lalu menoleh ke arahku. Ia bergeser dan menempelkan pipinya ke dadaku lalu memelukku.

     Kami lalu berbicara ringan. Asri berbicara tentang pekerjaannya. Aku pun bicara juga mengenai pekerjaanku. Ketika istirahat itu, ia membelai penisku. Ia tekan-tekan lubang kencingnya. Aku sesekali memilin putingnya, tak berapa lama kemudian kami terangsang lagi dan mengulanginya.



    ****


    Ilustrasi Sherly

     Satu hal yang aku tak habis pikir adalah Sherly. Ia tak mau menikah denganku sekalipun aku yang memintanya. Sebab anak di dalam rahimnya adalah anakku.

    Aku : "Sher, kenapa?" tanyaku.

    Sherly : "Don, aku melakukannya karena kecelakaan.

    Sherly : "Dan kebutuhanku, bukan alasan karena cinta. Kumohon mengertilah!" katanya.

    Aku : "Tapi, bagaimana nantinya? Ia anakku," kataku.

    Ia menciumku.

    Sherly : "Aku tahu kau peduli kepadaku, tapi bukan berarti kau harus terpaksa mencintaiku bukan?"

    Sherly : "Kau tidak mencintaiku Don, tapi aku rela menanggung benihmu."

    Sherly : "Tak apa. Kita melakukan ini karena suka ama suka."

    Sherly : "Jangan khawatir. Aku akan memberitahukan kepadanya."

    Sherly : "Bahwa kau adalah ayah biologisnya."

    Aku : "Tidak Sher, aku tak bisa hidup seperti ini. Menikahlah denganku," kataku.

    Ia menggeleng.

    Sherly : "Aku bukan orang yang bisa hidup dengan seorang yang sudah beristri Don."

    Sherly : "Fahamilah hal ini. Ada orang yang lebih mencintaimu daripada aku."

    Sherly : "Kembalilah kepadanya. Aku akan rahasiakan hal ini."

    Aku lalu memeluknya.

    Aku : "Kenapa? Kenapa?"

    Lama aku memeluk Sherly. Ia pun menyandarkan kepalanya ke dadaku. Ia melihat jam dinding.

    Sherly : "Aku harus menjemput Dani."

    Aku : "Oh iya, sudah waktunya pulang," kataku.

    Sherly : "Kalau kau ingin mengunjungiku, pintu rumahku selalu terbuka untukmu."

    Sherly : "Kau tetap menjadi sahabatku Don, kau tetap ada di hatiku," katanya.



    ****


     Aku tak habis pikir dengan persoalan ini. Pulang ke rumah, aku menghabiskan 3 gelas kopi sambil merenung. Istriku tampak menghampiriku dan mengusap kepalaku.

    "Ada apa?" tanyanya.

    "Ada persoalan?"

    Aku : "Ah, tidak apa-apa koq," jawabku.

    Aku : "Hanya saja....aku kasihan kepada Mbak Asri yang sendirian menjaga rumah."

    Aku : "Terlebih lagi ia janda, punya anak satu."

    "Iya ya, sudah beberapa bulan, hampir setahun ndak ketemu," kata istriku.

    Aku : "Aku punya permintaan kepadamu,"

    Aku : "Aku ingin menikahinya, kalau boleh. Sebab aku kasihan kepadanya, ia sendirian."

    Aku : "Ditinggal mati suaminya, kalau misalnya diperbolehkan, aku akan menikahinya."

    Aku : "Lebih baik dengan orang yang dikenal bukan? Apalagi dia adalah masih keluarga,"

    Istriku tersenyum. Ia tampak tak ada rasa penolakan.

    "Sebenarnya aku sudah memikirkan ini Mas."

    "Kalau Mas mau, aku mengijinkannya koq. Aku juga merasa kasihan kepadanya."

     Akhirnya begitulah. Aku menikah dengan Asri setelah itu. Kami telah dikaruniai 2 orang anak dari hasil pernikahan ini. Laki-laki dan perempuan. Menjadi keluarga yang bahagia tentu saja. Anakku dengan Sherly pun kini sudah besar. Anaknya cewek.



    (Bersambung..)




















    Sumber : 
    Semprot by arczre

    0 komentar:

    Posting Komentar