![]() |
Ilustrasi Soffi |
Peringatan: Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan
nama tokoh, tempat kejadian, masalah agama. kehidupan sosial ataupun
ceita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Categori: Jilbab, Karyawan, Pemerkosaan
Para tokoh:
- Soffi : Karyawan Biro Konsultasi [27 Tahunn]
- Tan : Pimpinan Biro Konsultasi [40 Tahun]
- Tatang : Cleanning Service
Chapter 02
“Mhhhhh… boleh tau apa solusinya pak?” ungkapku.
“Kamu bisa bayar hutangmu dengan tubuh molek kamu itu” kata pak Tan sambil melirik padaku dengan sorot mata birahi.
Bagai disambar petir, aku terkejut mendengar ucapan Pak Tan. Aku kehabisan kata-kata.
“Nggak, nggak mau” jawabku sambil menangis.
“Kamu bisa apa….? Kalo kamu nggak bayar sekarang, ya diselesaikan lewat hukum. Aku akan laporkan kamu ke polisi” ancam pak Tan.
Dia sungguh lihai mempermainkan perasaanku. Aku merasa semakin putus
asa. Aku hanya bisa menangis. Tangisku yang tertahan pun mulai keluar
juga. Namun Pak Tan tetap tak peduli. Aku hanya tertunduk sambil
menangis. Air mataku telah basahi jilbabku.
“Hehehe… lagian, kamu kan sudah lama jadi janda. Masa sih, ga kangen
sama kontol? Kamu puas, hutangmu lunas… Tawaran menarik kan? goda pak
Tan.
“Kamu tinggal ngangkang aja, biar memekmu disodok pake kontol-kontol
lelaki birahi. Dengan tubuh kaya kamu, gak sulit kok kamu dapet duit
banyak. heheheh…. Apalagi yang jilbaban kaya kamu, pasti banyak
peminatnya.”
Tanpa ku sadar, pak Tan telah berdiri di sampingku, dan tanpa basa-basi,
ia pun menarik tanganku hingga aku berdiri. Aku ingin menolak dan lari,
namun aku sadar bahwa aku tidak lagi punya kuasa. Bahkan pada diriku
sendiri. Kini aku telah dikuasai oleh pak Tan. Aku hanya pasrah ketika
ia menarik tubuhku hingga berdiri.
Dengan penuh birahi, pak Tan menariku ke dalam pelukannya. Dengan rakus
pak Tan melumat mulutku dengan mulutnya. Tangannya menjamahi dua
payudaraku yang masih tertutup jilbab itu. Kurasakan perut buncit pak
Tan menekan tubuhku.
“Mhhhh….. mphhhhhh….” aku berusaha meronta, menghindari ciuman pak Tan.
Namun mulutnya terus mengejar mulutku. Dengan kasar dibaliknya tubuhku
hingga aku membelakanginya. Lalu ditekannya tubuhku hingga perutku
menempel di tepi mejanya. Tanganku berpegangan pada meja agar menopang
badanku. Kini aku dalam posisi agak membungkuk, dengan pantat yang
membusung kearah pak Tan. Kini pantatku begitu bebas untuk dijamahinya.
Dengan kasar ia meremas pantatku. Aku merasakan ada sesuatu yang
mengganjal di pantatku.
Ohhh, ternyata itu adalah penis pak Tan yang sudah menegang dan mengeras.
Sambil menggesek-gesekkan penisnya di pantatku, salah satu tangan pak
Tan juga meremasi bongkahan pantatku yang montok dan padat itu, sedang
tangan yang lain kini telah mencengkram salah satu payudaraku yang masih
tertutup jilbab. Jilbab itu menjadi kusut akibat remasan tangan pak
Tan. Aku merasakan bahwa tangan pak Tan telah mulai menyusup masuk ke
balik jilbabku yang menutup dadaku. Ia meremasi payudaraku dari balik
baju kurungku.
“Mhhhh…. ahhhh…. ohhhhh….” jeritan-jeritan kecil terlontar dari mulutku
ketika pak Tan menyentil ujung payudaraku dengan keras, sementara
penisnya yang masih berada di dalam celana itu menekan pantatku ke
depan.
Tangan yang satunya kini telah meremas-remas pangkal pahaku. Mulut pak
Tan dengan rakus menggigit leherku yang masih tertutup jilbab warna krem
itu, hingga nampak basah bekas gigitan. Kepalaku yang tertutup jilbab
krem itu hanya bisa menggeleng-geleng, dan terkadang menengadah ke atas,
setiap kali pak Tan menyodokkan penisnya ke pantatku.
Kini tangan pak Tan mulai menarik ritsleting baju kurungku yang ada di
punggungku. Dengan trampil tangannya menurunkan baju bagian atas baju
kurung itu, dan menyampirkan jilbabku ke pundak. Kini pundak dan
punggung putihku pun terbuka. Tak lama kemudian, aku merasa bahwa
pengait braku di bagian belakang telah terbuka.
Secara umum, bagian atas tubuhku telah setengah terbuka, dan dua
payudaraku yang tak seberapa besar itu menggelantung di atas meja.
Dengan rakus pak Tan menciumi dan menjilati punggungku, hingga basah
oleh liurnya. Kedua tangan pak Tan pun tak henti-hentinya meremas dan
memilin dua putting mungilku yang berwarna coklat muda itu.
“Ahhhhhhh….. udahhh… lama aku menunggu saat ini…” bisik pak Tan di telingaku yang tertutup jilbab itu.
“Mhhhh… ohhhhh…. mhhhhhh…..” desahku.
Walaupun aku telah lama tidak menikmati sentuhan pria. Sungguh, aku
tetap tidak bisa menikmati perlakuan pak Tan itu. Aku justru merasa
terhina, karena penis seorang pria yang bukan suamiku kini sedang
menggesek-gesek pantatku yang masih tertutup rok itu. Selama ini
hanyalah mantan suamiku yang pernah menikmati bibirku, menghisap dua
putingku yang sedang mengeras, dan menyodokkan penisnya di lubang
surgaku yang basah.
Saat ini, seorang pria yang bukan suamiku dengan bebas dapat menikmati
pantatku, dan tangannya dengan bebas memilin dan meremas puting
payudaraku. Ohhh, betapa malang nasibku..
Aku dengar suara ritsleting celana pak Tan. Tak lama kemudian pak Tan
pun membalikkan tubuhku hingga posisiku berhadapan dengannya.
Terlihatlah pemandangan yang membuatku takjub. Penis pak Tan yang
menjulang sepanjang 17 cm. Jauh lebih besar daripada milik mantan
suamiku. Dengan rakus pak Tan pun menghisap putting payudara kiriku,
sementara tangan satunya memilin dan meremas payudaraku yang kanan.
Terasa gigitannya pada payudaraku, yang kemudian disentakannya hingga
aku menjerit.
“Aahhhhhhhhh”.
Pantatku kini bersandar pada tepi meja, dengan posisi tangan menekan meja di belakang tubuhku.
“Mhhh… ahhhhh….” jeritan dan rintihan yang keluar dari mulutku semakin membakar birahi pak Tan.
“Mhhh… ahhhhh….” jeritan dan rintihan yang keluar dari mulutku semakin membakar birahi pak Tan.
Pak Tan seringkali menyampirkan kembali ujung jilbabku yang turun hingga
menutupi dadaku ke pundakku. Pak Tan pun kemudian mengangkat rokku
keatas. Nampaklah dua kaki dan paha mulusku telanjang, dan secarik kain
celana dalam di pangkalnya. Salah satu tangan pak Tan memegangi ujung
rok ku agar tak turun, sementara tangan lain melebarkan dua pahaku,
hingga pangkalnya yang masih terutup celana dalam itu semakin menganga.
Kurasakan benda keras mulai menyusuri belahan kemaluanku. Salah satu
tangan pak Tan menuntun benda keras itu agar menggesek-gesek dengan
belahan vaginaku yang tertutup celana dalam itu.
“Ohhhhh….” walau aku berusaha mengingkarinya, tak dapat kupungkiri bahwa sensasi gatal di vaginaku mulai kurasakan.
Aku pun mulai merasa lemas dan birahi. Aku berada dalam dilema. Aku
dipaksa untuk menikmati perlakuan pak Tan, walaupun sesungguhnya aku
enggan. Tangan pak Tan pun mulai mencari-cari ritsleting rokku, dan
segera melepasnya. Kini bagian bawahku telah benar-benar telanjang,
hanya celana dalam putihku yang masih melindungi lubang kehormatanku.
Sedangkan kepalaku dibiarkanya tetap berjilbab, dan payudaraku telah
menggelantung indah dengan bekas gigitan dan basah air liur pak Tan.
Dengan kasar pak Tan menarik jilbabku hingga aku terjatuh dalam keadaan
bersimpuh. Dihadapanku kini sebatang penis pak Tan yang tegang dan
mengeras itu. Sambil mengarahkan kepalaku dengan tangannya keaarah
penisnya, pak Tan mengatakan
“Ayo… kulum kontol bapak…!!!”
Dengan perasaan jijik, akupun memenuhi permintaannya. Kepalaku yang
tertutup jilbab itu nampak maju mundur. Sementara payudaraku tengah
bebas menggelantung, dan bagian bawahku telah telanjang, hanya celana
dalam yang tersisa.
“Mmphhhhh… mhhhhh…” lenguhku saat penis pak Tan menerobos mulutku.
Pak Tan menyuruhku menjilati ujung penisnya hingga lubang kontolnya.
Uhhhh…. aku merasa ingin muntah. Mulutku pun penuh oleh penisnya. Tak
satu jengkalpun bagian penisnya yang tidak berkesempatan menikmati
pelayanan bibir dan lidahku. Bahkan testisnyapun turut aku jilati.
Dengan perasaan muak, aku terpaksa melakukan hal itu.
Setelah puas, pak Tan memintaku berdiri. Dengan kasar ia mencengkram
pantatku yang masih tertutup celana dalam itu, dan menariknya hingga
posisiku membelakanginya. Ia menarik turun celana dalamku, hingga kini
tak ada lagi yang melindungi lubang kehormatanku. Pak Tan pun berlutut
di belakangku. Kini ia menguakkan bongkahan pantatku lebar-lebar. Kini,
lubang anus dan kemaluanku telah mengarah tepat di depan wajahnya.
Tiba-tiba aku merasakan sensasi hangat di permukaan anusku. Ternyata Pak
Tan telah menjilati anusku. Sensasi geli kurasakan menjalar dari anus
ke seluruh badan. Tubuhku terasa lemas setiap kali lidah pak Tan
menyentuh permukaan anusku. Aku heran, dia tidak merasa jijik.
Setelah ia puas, lidahnya pun berpindah ke belahan lubang vaginaku. Ia
menguakkan bibir bagian luar vaginaku. Tak lama kemudian, ia pun
menjilati seluruh permukaannya. Klitorisku tak luput dari jilatan dan
gigitan lembutnya. Aku semakin pasrah dengan perlakuan Pak Tan.
Kurasakan vaginaku semakin basah, baik oleh air liur pak Tan maupun
cairan cinta yang keluar dari dalam vaginaku.
“Ohhhhhh…. mphhhhhh…. ampuuunnnn…. jangan diteruskannnnn….” racauku.
Slurp… slurppp… terdengar sedotan pak Tan di permukaan vaginaku semakin bernafsu.
Tak lama kemudian pak Tan pun berdiri. Ia menarik pinggulku ke belakang,
hingga pantatku dan vaginaku semakin terkuak lebar. Tiba-tiba, aku
rasakan sebatang penis yag keras telah melesak masuk ke dalam liang
kenikmatanku dari bagian belakang. Aku merasakan pedih pada dinding
vaginaku saat batang penis pak Tan bergesekan dengan dinding liang
kenikmatanku, yang selama ini terjaga dari penis pria selain suamiku.
“Ahhhhhhhhhhhhhhhhh…..” lengkinganku saat penis pak Tan disodokkan dengan keras.
Rasanya lubang vaginaku hampir terbelah.
“Ouhhhh…. Sofiiii….. memekmu enak banget… udah lama bapak nggak ngrasain
memek kaya punyamu… mhhhh… ouhhhhh…. akhhhhhh…..” racau pak Tan sambil
menggenjot lubang memeku.
“Cepok, cepok, cepok…” suara pinggul pak Tan saat bertumbukan dengan bongkahan pantatku yang sedang membusung ke arahnya.
Aku sedang dinikmati dengan posisi doggy. Aku heran, ia nampaknya memang
begitu terobsesi dengan pantatku, hingga selama memakaiku pun ia lebih
banyak meremas pantatku daripada dua payudaraku.
“Ohhhh… mhhhh…. oughhhhh….” badanku bergoncang-goncang.
Kepalaku yang berjilbab itu hanya mampu menggeleng dan mendongak ke
atas. Payudaraku bergoyang seiring hentakan penis pak Tan di dalam liang
kenikmatanku.
“Mmhhhhhh… ahhhhhh… mhhhhh….” rintih dan jeritku setiap kali penis pak Tan melesak dalam vaginaku.
“Soffff…. memekmu masih serettttt…..” racau pak Tan.
“Kepalamu berjilbab bikin aku tambah ngaceng… ouhhhh….. Bapak ketagihan
diservis sama tempikmu….. enak bangetttt….. walaupun janda tapi tempikmu
masih nggigit”
“Mhhhh.. ouhhhhh…. akhhhhhhh….” jawabku dengan desah dan rintih.
Masih dalam posisi dogy, pak Tan tiba-tiba menarik penisnya keluar dari
vaginaku. Kini tubuhku yang lemas hanya bisa terbaring tengkurap diatas
meja. Kepalaku yang masih berjilbab aku sandarkan di meja, sedang dua
tanganku terentang berpegang pada tepian meja. Sementara itu, aku
merasakan cairan dingin di anusku. Aku hanya bisa pasrah.
“Mmhhhh…. silitmu kayanya masih perawan nihh… sini, biar bapak perawanin”
Aku ketakutan, dan berusaha menolak.
“Udahhh, jangan nolak… kok beraninya kamu nolak permintaan bapak…”
Akupun pasrah. Cairan itu adalah cairan pelumas. Aku merasakan kepala
penis pak Tan mulai menempel di lubang matahariku. Perlahan-lahan,
kepala penis itu mulai menguakkan lubang matahariku. Kurasakan kepala
penis itu semakin dalam masuk ke dalam anusku. Rasanya sungguh perih,
walaupun telah dibantu oleh cairan pelumas itu. Pak Tan pun mulai
mempercepat genjotannya dalam anusku.
“Akhhhhh….. ouhhhhh….” terasa panas di dinding anusku akibat gesekan penis pak Tan itu.
“Oouhhhhh…. sakkkkiiiiittt….. ahhhh.. akhhhhhh….” jeritku.
Sambil menggenjot anusku, kedua tangan pak Tan meremasi kedua
payudaraku. Bahkan satu tangan pak Tan menarik ujung jilbabku ke
belakang, hingga kepalaku terdongak keatas.
“Mhhh ohhh… akhhhhh….” jeritku kesakitan.
Pak Tan nampaknya telah hampir klimaks. Iapun segera menarik penisnya
dari anusku. Seperti kesetanan ia melompat ke atas meja lalu membalikkan
tubuhku hingga terlentang di atas meja. Kini posisinya duduk berlutut
dengan penis yang mengarah ke wajahku. Dua pahanya mengangkangi wajahku.
“Akhhhhhhhhhhhhhhh………..” teriakan pak Tan yang telah klimak itu.
Crott……… crorttt…. crottttt….. cairan putih kental yang berbau tak sedap
itu pun menyembur ke wajah dan mulutku. Aku hanya memejam, agar cairan
itu tak masuk ke dalam mataku. Sebagian telah tertelan. Jilbabku basah
oleh cairan kental berbau amis itu, begitu pula baju kurungku. Kulihat
pak Tan terengah-engah setelah mencapai klimaks. Aku hanya terlentang
lemas setelah satu jam ia menikmati semua lubang kepuasan di tubuhku.
“Tempik sama silitmu memang hebat Sof… Bapak ketagihan buat make kamu.
Selama setahun bapak cuma bias ngremesin pantatmu, sambil bermimpi suatu
saat bisa njebol lubang silitmu….” kata pak Tan.
Aku sebetulnya merasa tersinggung dengan ucapannya. Harga diriku telah
hilang sekarang. Kini aku harus siap untuk dinikmatin kapan saja oleh
pak Tan. Aku tak bisa berbuat apa-apa kini.
Setelah beristirahat selama 30 menit, sambil aku menangis sesenggukan,
aku pun minta ijin kepada pak Tan untuk membersihkan diri di kamar mandi
yang ada di ruangnya.
“Oohhhh, tidak usah… kamu kan capek sekarang saatnya kamu yang dilayani” kata pak Tan.
“Maksud bapak?” jawabku.
“Biar pak Tatang saja yang bersihkan tubuh Sofi… heheheh”
Ouhhhh…. laki-laki gila… belum puas ia menghancurkan kehormatan dan
harga diriku.. kini aku harus rela dijamah oleh satu pria lagi. Nampak
Pak Tan menelpon dengan HPnya, menyuruh pak Tatang masuk sambil membawa
ember air hangat dan lap basah. Tak lama pak Tatang pun masuk. Ia
sungguh terkejut melihatku dalam keadaan berjilbab, namun dengan baju
kurung yang terbuka setengah, hingga payudaraku menggelantung indah, dan
bagian bawah yang telah telanjang bulat.
“Lhoooo, mbak Sofi?” tanya pak Tatang keheranan.
Aku hanya tertunduk malu, sementara aku tahu bahwa mata pak Tatang tidak lepas memandang tubuh telanjangku.
“Tenang pak Tatang”, kata pak Tan pada pak Tatang.
“Mbak Sofi barusan kerja keras, jadi dia sekarang gerah dan capek….
hehehehe… makanya dia kepengen bersihin badannya. Kan kasian, daripada
dia bersihin badannya sendiri, kan lebih baik diladenin sama pak Tatang…
hehehh…”
“Maksud bapak?” tanya pak Tatang masih kebingungan.
“Maksudnya ya tolong pak Tatang ngelapin tubuhnya mbak Sofi, terutama
bagian lubang tempik sama silitnya itu. Gimana pak Tatang?”
“Haaaaa, bapak beneran?” tanya pak Tatang tidak percaya.
“Beneran… sudah, nggak usah banyak omong… bapak mau ga?” tanya pak Tan.
“Mauuu… mau… iya pak… mau….” sorak pak Tatang.
“Ya udah sana…” pak Tan menyahut.
“Ayoooo, sini mbak Sofi… cah ayuuu…. biar bapak ngelapin tempikmu” seru pak Tatang kegirangan.
Aku hanya menunduk. Tapi badanku sudah terlalu lemah, sehingga aku hanya
bisa pasrah saat pak Tatang menggandengku menuju kamar mandi. Ia pun
melucuti seluruh sisa pakaianku termasuk jilbabku, sehingga aku
telanjang bulat. Dengan lap basah, ia ia mulai membasuh tubuhku dari
ujung kepala hingga ujung kaki. Saat menggosok liang vaginaku, ia pun
berkomentar..
”Wahhhh, tempiknya mbak Sofi ini masih sempit yah” sambil jarinya meyentil-nyentil klitorisku.
“Beda sama tempiknya lonte lokalisasi.. udah pada lower”
Aku hanya terdiam sambil menahan tangisanku. Pak Tatang memelukku dari
belakang. Satu tangannya meremasi payudaraku, sedang tangan lainya sibuk
menggosok vaginaku.
“Mbak, yang bagian dalem tempik mbak belum dibersihkan, biar kontol
bapak nanti yang gosokin bagian dalem tempiknya mbak… hahahaha”, kata
pak Tatang.
Pak Tan berdiri di pintu kamar mandi senyum-senyum melihat ulah pak Tatang kepadaku.
“Kontol bapak udah ngaceng niyy. Wahhh… mimpi apa bapak semalem.. selama
ini bapak cuma mbayangin ngentu mbak Sofi… impian bapak jadi kenyataan”
“Pak Tatang, itu jilbabnya dipakein lagi. Lebih ngacengin kalo make jilbab”
“Siapp bosss…” kata pak Tatang.
Pak Tatang mendorongku ke sofa di ruang pak Tan. Tanpa basa-basi ia
pun mengeluarkan penisnya yang berukuran 20 cm. Dengan kasar ia menarik
jilbabku hingga kepalaku mengarah ke penisnya.
“Ayo,dimut mbak… kontolnya bapak sudah lama nggak dibasahin nih…” kata pak Tatang disambut dengan tawa pak Tan.
Tanpa aku sadar, pak Tan telah datang dengan membawa sebuah handicam untuk merekam persetubuhanku dengan pak Tatang.
“Hehehe, kamu memang cocok jadi bintang bokep. Apalagi bokep cewek berjilbab hehehehe…”
“Mhhhh… oukhhhhh……” kepalaku yang berjilbab itu maju mundur mengulum penis pak tatang yang keras.
Laki-laki duda berusia 50 tahun itu nampak merem melek menikmati kulumanku. Ia duduk di sofa, sedangkan aku kini tersimpuh di lantai ruang itu.
“Ohhh… mbak Sofi… ohhhh… kuluman mbak lebih enak dari lonte pelabuhan hhhhhh… mhhhh..”
Setelah puas dengan mulutku, pak Tatang menyuruhku untuk terlentang di sofa. Dengan rakus, ia pun mengulumi payudaraku, dan menggigit-ggit putingnya yang mungil kecoklatan itu…
“Owhhhh… mhhhh… pak Tatang…. sakkkittttt….”
Pak Tatang semakin liar, mengulum putingku. Satu tangannya memilin-milin payudaraku yang lain, sedang tangan satunya lagi memainkan klitorisnya. Kini aku merasakan kegelian, kurasakan jari-jari pak Tatang menusuk-nusuk liang vaginaku.
Pak Tatang kemudian melebarkan kedua pahaku dan blessssssssssssssssss…. penis pak Tatang pun terjepit dalam liang nikmatku. Tubuhku terguncang-guncang, sementara tangan pak Tatang sibuk memilin-milin putingku.
”Oohhhh, mbak Sofi…. tempikmu enak banget….. bapak belum pernah ngrasain tempik kaya punya mbak Sofi…”
Tiba-tiba pak Tatang menghentikan genjotannya, dan menarik penisnya. Ia membalik tubuhku hingga tengkurap, lalu menyuruhku menungging. Aku hanya pasrah mengikuti arahan pak Tatang.
Dalam posisi menungging, sekali lagi pak Tatang menyodokkan penisnya dalam liang nikmatku. Dengan sodokan-sodokanya yang keras, tubuhku pun terguncang-guncang. Tangannya meremasi payudaraku dan sesekali menampar paha dan pantatku hingga terasa pedih. Aku diperlakukannya seperti seekor kuda tunggangan atau sebuah boneka seks. Aku hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu.
“Mhhhh,… tempik lonte jilbaban ternyata enak… mhhhh…ouhhhh” racau pak Tatang saat penisnya terjepit dalam liang kenikmatan.
Pak Tatang yang telah lama menduda, dan selama ini memuaskan hasrat seksnya dengan pelacur pelabuhan, yang tentu saja tua-tua dan tidak higienis. Kini penis pak Tatang berkesempatan untuk menikmati liang vagina seorang wanita muda berjilbab, yang liang vaginanya selalu terjaga dan terawat. Bahkan pria kaya dan tampan pun belum tentu kuijinkan untuk bisa menjepitkan penisnya dalam lubang vaginaku, kecuali menikahiku, namun kini, seorang pesuruh kantor yang tua malah berkesempatan menikmati liang vagina miliku dengan gratis… ohhhhh… nasibku…
.
Bukan hanya liang vaginaku, penis pak Tatang pun kini telah merasakan pula jepitan lubang anusku. Kali ini tidak terlalu sakit… justru anehnya, akupun mulai menikmati permainan pak Tatang.
Pak Tatang menarik penisnya, lalu menarik jilbabku hingga kepalaku mendekat kearah penisnya. Tangan satunya sedikit mencekik leherku, sehingga mulutku terbuka, dan
“Akhhhhhh….” teriakan pak Tatang saat orgasme.
Crotttt… croootttttt… croottttt…. cairan putih hangat masuk seluruhnya ke mulutku. Bukan hanya itu, pak Tatang pun menyuruhku untuk menelan semua spermanya.
Hueekkkkkkk…. rasanya muak sekali. Namun aku terpaksa nampak sisa-sisa sperma mengalir dari sela-sela bibirku, hingga menambah noda di jilbab kremku. Sisa-sisa sperma yang ada di lantai dan sofa pun harus kujilati pula.
Semua adegan itu direkam oleh pak Tan. Pak Tan mengancam, jika aku melaporkan kejadian ini pada polisi, atau tidak mau menuruti kehendaknya, maka video itu akan tersebar. Kejadian di kantor saat itu barulah sebuah awal penderitaanku. Pak Tan ternyata menjualku pada para pria hidung belang, bukan sekedar untuk membayar hutangku, namun juga untuk membiayai bironya yang hampir bangkrut itu.
Dengan jilbab di kepala dan wajahku yang keibuan, banyak bos-bos yang rela merogoh koceknya dalam-dalam untuk diberikan pada pak Tan, demi memperoleh kesempatan menjepitkan penisnya ke dalam liang vagina dan anusku, dengan tetap mengenakan jilbabku. Aku heran, beberapa orang yang memakaiku justru lebih suka menganalku disamping menyodok vaginaku.
Ramuan keluarga yang aku gunakan membuat lubang anusku selalu sempit, bersih dan tidak berbau busuk. Bahkan lebih ‘menggigit’.
Bahkan pak Tan pernah sekedar iseng mengumpankanku pada sekelompok supir truk yang sedang mabuk, sehinga aku disetubuhi beramai-ramai di atas bak truk. Dia memasangiku kamera kecil, sehingga ia bisa merekamnya dari mobilnya yang parkir di suatu tempat.
“Ayo,dimut mbak… kontolnya bapak sudah lama nggak dibasahin nih…” kata pak Tatang disambut dengan tawa pak Tan.
Tanpa aku sadar, pak Tan telah datang dengan membawa sebuah handicam untuk merekam persetubuhanku dengan pak Tatang.
“Hehehe, kamu memang cocok jadi bintang bokep. Apalagi bokep cewek berjilbab hehehehe…”
“Mhhhh… oukhhhhh……” kepalaku yang berjilbab itu maju mundur mengulum penis pak tatang yang keras.
Laki-laki duda berusia 50 tahun itu nampak merem melek menikmati kulumanku. Ia duduk di sofa, sedangkan aku kini tersimpuh di lantai ruang itu.
“Ohhh… mbak Sofi… ohhhh… kuluman mbak lebih enak dari lonte pelabuhan hhhhhh… mhhhh..”
Setelah puas dengan mulutku, pak Tatang menyuruhku untuk terlentang di sofa. Dengan rakus, ia pun mengulumi payudaraku, dan menggigit-ggit putingnya yang mungil kecoklatan itu…
“Owhhhh… mhhhh… pak Tatang…. sakkkittttt….”
Pak Tatang semakin liar, mengulum putingku. Satu tangannya memilin-milin payudaraku yang lain, sedang tangan satunya lagi memainkan klitorisnya. Kini aku merasakan kegelian, kurasakan jari-jari pak Tatang menusuk-nusuk liang vaginaku.
Pak Tatang kemudian melebarkan kedua pahaku dan blessssssssssssssssss…. penis pak Tatang pun terjepit dalam liang nikmatku. Tubuhku terguncang-guncang, sementara tangan pak Tatang sibuk memilin-milin putingku.
”Oohhhh, mbak Sofi…. tempikmu enak banget….. bapak belum pernah ngrasain tempik kaya punya mbak Sofi…”
Tiba-tiba pak Tatang menghentikan genjotannya, dan menarik penisnya. Ia membalik tubuhku hingga tengkurap, lalu menyuruhku menungging. Aku hanya pasrah mengikuti arahan pak Tatang.
Dalam posisi menungging, sekali lagi pak Tatang menyodokkan penisnya dalam liang nikmatku. Dengan sodokan-sodokanya yang keras, tubuhku pun terguncang-guncang. Tangannya meremasi payudaraku dan sesekali menampar paha dan pantatku hingga terasa pedih. Aku diperlakukannya seperti seekor kuda tunggangan atau sebuah boneka seks. Aku hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu.
“Mhhhh,… tempik lonte jilbaban ternyata enak… mhhhh…ouhhhh” racau pak Tatang saat penisnya terjepit dalam liang kenikmatan.
Pak Tatang yang telah lama menduda, dan selama ini memuaskan hasrat seksnya dengan pelacur pelabuhan, yang tentu saja tua-tua dan tidak higienis. Kini penis pak Tatang berkesempatan untuk menikmati liang vagina seorang wanita muda berjilbab, yang liang vaginanya selalu terjaga dan terawat. Bahkan pria kaya dan tampan pun belum tentu kuijinkan untuk bisa menjepitkan penisnya dalam lubang vaginaku, kecuali menikahiku, namun kini, seorang pesuruh kantor yang tua malah berkesempatan menikmati liang vagina miliku dengan gratis… ohhhhh… nasibku…
.
Bukan hanya liang vaginaku, penis pak Tatang pun kini telah merasakan pula jepitan lubang anusku. Kali ini tidak terlalu sakit… justru anehnya, akupun mulai menikmati permainan pak Tatang.
Pak Tatang menarik penisnya, lalu menarik jilbabku hingga kepalaku mendekat kearah penisnya. Tangan satunya sedikit mencekik leherku, sehingga mulutku terbuka, dan
“Akhhhhhh….” teriakan pak Tatang saat orgasme.
Crotttt… croootttttt… croottttt…. cairan putih hangat masuk seluruhnya ke mulutku. Bukan hanya itu, pak Tatang pun menyuruhku untuk menelan semua spermanya.
Hueekkkkkkk…. rasanya muak sekali. Namun aku terpaksa nampak sisa-sisa sperma mengalir dari sela-sela bibirku, hingga menambah noda di jilbab kremku. Sisa-sisa sperma yang ada di lantai dan sofa pun harus kujilati pula.
Semua adegan itu direkam oleh pak Tan. Pak Tan mengancam, jika aku melaporkan kejadian ini pada polisi, atau tidak mau menuruti kehendaknya, maka video itu akan tersebar. Kejadian di kantor saat itu barulah sebuah awal penderitaanku. Pak Tan ternyata menjualku pada para pria hidung belang, bukan sekedar untuk membayar hutangku, namun juga untuk membiayai bironya yang hampir bangkrut itu.
Dengan jilbab di kepala dan wajahku yang keibuan, banyak bos-bos yang rela merogoh koceknya dalam-dalam untuk diberikan pada pak Tan, demi memperoleh kesempatan menjepitkan penisnya ke dalam liang vagina dan anusku, dengan tetap mengenakan jilbabku. Aku heran, beberapa orang yang memakaiku justru lebih suka menganalku disamping menyodok vaginaku.
Ramuan keluarga yang aku gunakan membuat lubang anusku selalu sempit, bersih dan tidak berbau busuk. Bahkan lebih ‘menggigit’.
Bahkan pak Tan pernah sekedar iseng mengumpankanku pada sekelompok supir truk yang sedang mabuk, sehinga aku disetubuhi beramai-ramai di atas bak truk. Dia memasangiku kamera kecil, sehingga ia bisa merekamnya dari mobilnya yang parkir di suatu tempat.
END
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar