![]() |
Dr. Firdasari |
Peringatan: Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan
nama tokoh, tempat kejadian, masalah agama. kehidupan sosial ataupun
ceita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Categori: Dokter, Perselingkuhan
Para Tokoh:- Dino Tandi
- Karyawan PT Sentosa Raya
- Leli Tina
- IRT [Ibu Rumah Tangga]
- Istri Dino Tandi
- Firdasari Widja
- Dokter
Chapter 01
Lima rumah dekat rumahku, ada dokter yang berpraktek di sana.
Akhirnya kutahu, dia seorang wanita muda, cantik dengan mata selalu
memperhatikanku saat aku berangkat dan pulang kerja (kebetulan saja,
tapi hampir tiap hari).
Awalnya,
kami sering berpapasan saat aku mengendarai mobil. Karena seringnya,
aku sampai hafal plat nomornya, mobil Suzuki Amenity putih . Dia selalu
memakai jas putih disamping bajunya sendiri, dan selalu
melihat/melirikku saat aku melewatinya. Lama-lama, kami saling tersenyum
karena seringnya bertemu.
Suatu kali, ketika dia baru saja datang memarkirkan mobilnya dan
aku baru saja berangkat ke kantor, dia sengaja berdiri di samping
mobilnya seakan menunggu aku lewat, dan langsung menoleh ke arahku untuk
tersenyum.
Aku : "Wow.. senyumnya..." pikirku.
Memang masih terasa kaku waktu itu, tapi
di matanya terlihat dia senang melihatku. Nggak tau mungkin aku saja
yang GR!
Akhirnya, saat aku flu, aku bertekat untuk mencoba keahlian di
bidang kedokterannya. Aku belum sempat berkenalan, tapi tahu dari nama
di papan namanya saja, namanya dr. Firdasari Widjaja.
Udah malam memang, aku jalan kaki saja, kebetulan istri dan anakku
sedang pergi ke mertuaku dan aku baru saja pulang kantor. Saat itu jam
21.00, langsung saja aku daftar di meja suster di depan dan menunggu
antrian. Ketika aku dipanggil dan masuk, tampak dr. Firdasari sedikit
kaget karena ternyata aku menjadi pasiennya. Aku bergaya santai saja dan
membuat bahan omongan awal.
Saat itu sudah jam 21.30 dan aku adalah pasien terakhir rupanya.
Aku : "Halo, Bu.. apa kabar.." ujarku sambil berusaha ramah.
Saat itu, dia menggunakan baju putihnya, kancingnya tidak
dikancingkan, bagian dalamnya dia memakai baju tipis bercorak kembang
dan sedikit memperlihatkan BHnya.
Aku : ''Mengundang untuk tahu saja..'' pikirku mulai kotor.
Dr. Firdasari : ''Lhooo... sakit apaa.. Paak" sambutnya ramah pula.
Aku : ''Ahh.. nggak tahu nih, kok tiba-tiba rasanya sakit semua."
Aku : "Habis lembur terus sih akhir-akhir ini..'' alasanku.
Dr. Firdasari : ''Namanya siapa Pak.. hehe.. sudah lama tahu tapi nggak kenal ya?"
Tanyanya sambil menulis sesuatu di formulir datanya.
Aku : ''Oooya.. ya.. Dino Tandi, gitu aja.." jawabku.
Dr. Firdasari : ''Kerja di mana Pak?''
Tanyanya sambil berdiri dan mempersiapkan alat ukur tekanan darah dan berdiri disampingku.
Aku : ''Di PT Sentosa Raya, belum tahu ya?"
Aku : "Kan kita sering ketemu di jalan Darmo,
ya disitu itu kantor saya.."
Jawabku sambil bersiap untuk membantunya
mempermudah pemeriksaan.
Entahlah, aku sudah terasa akrab, mungkin karena kami sering bertemu.
Dr. Firdasari : ''Mmm.. yang ada papan nama yang besar itu ya..? Ya saya tahu.."
Ujarnya sambil memegang tanganku untuk mulai dipasang alat pengukurnya.
Tangannya lembut dan halus terasa sekali dikulitku.
Tangannya lembut dan halus terasa sekali dikulitku.
Aku : ''Srrr...''
Aku : ''Mmm.. gini toh dipegang tangan Bu Dokter...'' pikirku senang.
Dia agak membungkuk ke arahku, sehingga tekukan bajunya memperlihatkan tali BH dan sedikit kulit buah dadanya yang putih.
Aku : ''Srrr... lagi.. deh..''
Selesai diukur, aku disuruh berbaring ke tempat tidur.
Dr. Firdasari : ''Pak, bisa berbaring sebentar" katanya.
Aku : ''Oya..'' kataku sambil segera beranjak ke dipan prakteknya dan berbaring di sana.
Sambil
menunggu, aku tutup mataku, karena lampu di atasku sangat menyilaukan.
Tiba-tiba, terasa tangannya menyentuh kancing bajuku sambil berkata
pelan.
Dr. Firdasari : "Permisi Pak.. ya"
Aku jawab dengan senyuman. Aku berharap dia tahu aku sangat suka kepadanya. Dia membuka 3 kancing di atas dan dia mulai meletakkan stetoskopnya ke dadaku, semoga dia tidak tahu bahwa aku agak deg-degan berdekatan dengannya. Rasanya, aku lain karena biasanya aku hanya berpapasan saja di jalan, kini aku hanya beberapa centi saja dengannya. Karena dipannya sempit (tidak seperti kasur untuk tidur di rumah) lengan kananku sempat terhimpit oleh dorongan tubuhnya saat memeriksaku.
Aku merasa perutnya terasa lembut menyentuh lenganku. Tanpa dapat kukontrol, penisku mulai tegang.
Aku : ''Gawat nih!'' pikirku.
Tapi, aku benar-benar tidak dapat membuang khayalanku untuk dapat
menyentuh seluruh bagian tubuhnya! Aku lantas ingat si Tina, yang begitu
mulus dan padat berisi tubuhnya. Dan.. dan.. Aku merasa, celanaku tidak
kuat lagi menahannya dan antara berharap dan tidak, dia mungkin tahu
ada benjolan di celanaku saat itu..
"Tuuuuuutt" ada bel berbunyi, dan dia menuju ke mejanya dan mengangkat interkomnya.
Dr. Firdasari : "Ok.. sampai besok yaa Hen.. Ati-ati.. sudah dijemput kan? "
Dr. Firdasari : "Nggak..
ya.. ya. Ok.. da..'' begitu dia menjawab lawan bicaranya di interkom.
Aku : ''Wah.. mengganggu saja!'' pikirku.
Kemudian dia kembali lagi ke arahku. Aku coba untuk menatapnya
secara dalam, ke matanya. Dia tampak tidak dapat menahan perasaan,
dengan mencoba melihat ke arah lain sambil terus memeriksaku.
Dr. Firdasari : ''Coba bilang AAA.." dia memegang bagian daguku untuk memeriksa bagian mulutku"
Aku : ''AAAAAAAAA...''
Dr. Firdasari : ''Ya.. sudah'' katanya.
Dr. Firdasari : "Stop dulu makan berminyak ya.. Pak.."
Lanjutnya kemudian sambil menuju ke mejanya lagi.
Dr. Firdasari : ''Mau disuntik nggak?'' tanyanya.
Aku : ''Mmm.. ini dia, pinginnya sih aku yang suntik kamu'' pikirku jorok, tapi aku bilang..
Aku : ''Mm.. gimana, kalau menurut Dokter perlu, ya Oklah mumpung di sini''
Dr. Firdasari : ''Ok.. tolong siapin ya..'' katanya.
Aku : ''Apanya?'' tanyaku berlagak dungu, menggodanya.
Dr. Firdasari : ''Hhmm.. ya pantatnya.. doong..''
Jawabnya sambil melirik aku saat menyiapkan suntikannya.
Aku : ''Uhh.. sekarang dia merangsang sekali! Tidak hanya cantik!'' pikirku semakin jorok.
Aku : ''Hoohoho.. yaya.."
Jawabku lantas melepas sabuk dan melorotkan
zipku dan melorotkan sedikit bagian atas celana dan menampakkan
pantatku.
Aku : ''Yang kiri atau yang kanan Dok?'' pancingku.
Dr. Firdasari : ''Biasa yang mana, terserah bapak.. nggak masalah kok'' ujarnya ramah.
Aku : ''Yang kiri aja ya, soalnya yang kanan sudah pernah dulu..'' alasanku.
Padahal
agar aku bisa memiringkan badanku ke kanan berhadapan dengan dia
bukannya membelakanginya.
Dr. Firdasari : ''Monggooo terserah pasiennya saja.., siap?" katanya sambil berjalan menuju arahku.
Aku : ''Ya.. tapi jangan sakit ya..'' kataku sambil berlagak seperti anak kecil.
Aku
tampakkan ke dia pantat kiriku dengan memelorotkan celanaku dan celana
dalamku tampak sebagian dan tampak sedikit rambut dari penisku. Dia
terlihat mencuri pandang ke arah penisku yang sudah tegang dari tadi!
Meski tidak tampak jelas, tapi rambut penisku yang lebat membuat
perhatiannya terpecah.
Dr. Firdasari : ''Pokoknya jangan goyang saja..''
Katanya sambil mulai mengeluarkan kapas dan menggosok pantatku yang akan disuntik. Dan.
''Crepp..''
Bersamaan dengan masuknya jarum suntik, aku berlagak kesakitan dengan memegang bagian pinggulnya dengan tegang.
Aku : ''Uhgghh.. sakkiit Dook..'' ujarku pura-pura.
Dr. Firdasari : ''Ahh.. masak...''
Ujarnya sambil meneruskan menekan jarum suntik sampai habis, dan tarik.
''Srutt..''
Aku : ''Addhuh..'' bisikku sambil memegang lengannya sebentar lalu kulepaskan.
Aku : ''Lumayan..'' pikirku girang.
Dia melepaskan baju putihnya dan menggantungkannya di kursi.
Ternyata dia memakai baju tanpa lengan.
Aku : "Wow.."
Sekarang tampak kulit lengannya yang putih dan mulus, sedikit bulu-bulu ketiaknya yang halus tidak lebat kelihatan. Tampaknya dia sedikit kepanasan, keringatnya tampak di bagian badannya, menambah terangsangku kepadanya.
Aku : "Wow.."
Sekarang tampak kulit lengannya yang putih dan mulus, sedikit bulu-bulu ketiaknya yang halus tidak lebat kelihatan. Tampaknya dia sedikit kepanasan, keringatnya tampak di bagian badannya, menambah terangsangku kepadanya.
Aku : ''Hhmm.. pasti keringatnya sangat wangi, apalagi ketiaknya'' ujarku dalam hati.
Dr. Firdasari : ''Sudaaahh..'' katanya sambil menuju ke mejanya dan mulai menulis resep.
Aku : ''Gimana Dok, kayaknya kok parah ya?'' tanyaku.
Dr. Firdasari : ''Nggak.. memang lagi musim kok.."
Dr. Firdasari : "Makanya jangan dulu makan yang berminyak..ini ada resepnya..'' jawabnya.
Aku
sudah bisa melihat bahwa buah dadanya berukuran sedang tidak terlalu
kecil atau besar, mungkin sama dengan si Tina, tetapi Dr. Firdasari ini
memiliki postur yang lebih kecil dan tinggi.
Aku : ''Sampai jam berapa dok, prakteknya?'' tanyaku lagi.
Dr. Firdasari : "Ini kan 24 jam, karena saya melayani dengan layanan 24 jam."
Dr. Firdasari : "Saya
bekerjasama dengan beberapa klinik di Surabaya.."
Dr. Firdasari : "Untuk itu harus
full-time, tapi kan saya punya 3 rekan lagi, ya dokter seperti saya."
Dr. Firdasari : "Jadi nggak full saya terus.. lho..''
Katanya sambil menatapku sebentar
lalu menulis lagi.
Aku : ''Wow.. cantik sekali..'' ujarku dalam hati.
Aku : ''Wow.. cantik sekali..'' ujarku dalam hati.
Aku : "Lha terus... gimana istirahatnya kalo mereka berhalangan hadir?" sahutku.
Dr. Firdasari : ''Ya.. di dalam saya siapkan ruangan istirahat buat saya."
Dr. Firdasari : "Ada
TVnya jadi ya bisa santai sejenaklah..,"
Dr. Firdasari : "Kadang kalau bisa share waktu
dengan dokter lain, saya bisa libur 1-2 hari."
Dr. Firdasari : "Ya.. memang begitulah
kerjaan Dokter,"
Dr. Firdasari : "Kalau paginya saya harus ke puskesmas, pasti saya tidur
di sini,"
Dr. Firdasari : "Karena puskesmasnya ada di dekat sini."
Dr. Firdasari : "Itu Suster di depan saja
sudah pulang sejak tadi jam 22.00"
Katanya sambil menunjuk korden di
belakang ruang praktek.
Aku : ''Berarti ruang istirahatnya ada di belakang ruangan ini..'' pikirku.
Aku : ''Wah, ternyata petugas terima pasien tadi sudah gak ada toh?"
Aku : "Berarti aku tadi hanya berdua saja toh ?'' lamunku.
Sesaat kemudian
kulihat arlojiku, menunjukkan pukul 22.40.
Dr. Firdasari : "Ini Pak resepnya, dihabisin lho..'' katanya.
Aku : ''Ya bos..'' jawabku menggoda.
Aku : ''Capek ya Dok.. saya aja kerja 12 jam sehari capeknya seperti ini... "
Aku : "Wah.. apalagi anda ini ya!" aku coba menunjukkan simpati.
Dia tampak tidak dapat menjawab pertanyaanku dengan cepat, mungkin takut dipikir macam-macam olehku.
Aku : ''OK, berapa Dok?'' tanyaku lagi.
Dr. Firdasari : ''Mm.. 30 ribu sajaa'' jawabnya ramah sekali.
''OK.. ini Dok.. terima kasih yaaa.. saya pamit dulu..'' kataku.
Sambil berdiri
lalu menyerahkan uang dan menjabat tangannya serta memberikan senyumku.
Di
rumah, aku tidak dapat tidur cepat, karena memikirkan Dokter Firdasari
itu. Pagi-pagi, aku berangkat, dan ternyata mobilnya sudah tidak ada
lagi.
Aku : ''Rajin betul dia!'' pikirku.
Sudah 1 minggu ini, kami selalu saling balas senyum saat
berpapasan. Suatu hari, aku sangat kangen sekali kepadanya. Untuk itu,
pada jam 21.30 aku coba untuk pergi ke tempat prakteknya. Saat itu ada 3
orang lagi antri.
Aku : ''Wahh.. laris juga'' pikirku.
Dan untungnya aku jadi pasien terakhir lagi.
Dan untungnya aku jadi pasien terakhir lagi.
Dr. Firdasari : ''Lhoo.. sakit apa lagi Pak??'' katanya kaget juga melihatku muncul.
Aku : ''Ahh.. kangen saja sama Bu dokter nih yaa.." godaku.
Aku : ''Pusing-pusing nih di kepala..'' lanjutku.
Dr. Firdasari : ''Banyak kerjaan lagi tuh.. makanya jangan sering lembuuur..'' nasehatnya.
Sekarang
dia melepas jas putihnya. Saat itu dia memakai baju hitam tipis dan
BHnya pun kelihatan berwarna hitam dan lagi-lagi tanpa lengan.
Dr. Firdasari : ''Wah.. capek juga nih saya.. mestinya teman saya yang menggantikan saya,"
Dr. Firdasari : ''Wah.. capek juga nih saya.. mestinya teman saya yang menggantikan saya,"
Dr. Firdasari : "Tetapi ternyata dia sedang ada operasi di rumah sakit
umum,"
Dr. Firdasari : "Yaa.. jadinya saya nih yang harus jaga.. hehehhmmmm..''
Katanya
mulai mencairkan suasana.
Aku : ''Kalo Dokter sakit, berobatnya ke mana ya??'' tanyaku sambil senyum menggodanya.
Dr. Firdasari : ''Hehehmmm yaa.. ke dokternya Dokter...'' jawabnya asal saja.
Aku : ''Oo.. soalnya saya mau tuh jadi dokternya.. kalau mau siiih.. hehehe''
Ujarku mencoba memancing ''perkara''
Dr. Firdasari : ''Ooya?! Seperti apa tuh?" dia membalas rupanya.
Aku : ''Ahh.. lihat-lihat sakitnya.. ringan, parah, naahh.. tergantung jenisnya.."
Aku : "Kalo seperti Dokter Firdasari ini... saya memang spesialisasinya..
hehehemmm''
Aku menyembunyikan rasa maluku setelah berbicara ngawur
dengan berdehem.
Dr. Firdasari : ''Aduuhh.. bisa aja Pak Dino ini.. tapi bisa tuh dicoba lain kali ya!''
Ujarnya asal tanpa melihatku, karena
dia mencari formulirku di raknya.
Aku : ''Sekarang juga boleehh.. hehehmmm" aku ngawur lagi!
Aku melihat gambar kemaluan pria di poster belakang dipan prakteknya.. Tahu-tahu ide cabulku muncul..
Aku : "Eh, boleh tanya nggak Bu.. aku punya benjolan di sebelah bawah
iniku''
Sambil menunjuk gambar itu tanpa berani melihat responnya.
Aku : ''Ketika aku pegang tidak terasa gatal atau sakit.. kenapa ya??''
Kataku pura-pura sambil menoleh kepadanya.
Dr. Firdasari : ''Apa itu.. mm.. mulai kapan itu.. hmm.. sebesar apa?'' katanya agak gugup.
Aku : ''Ya.. saya sih gak teliti ya.. tapi baru-baru saja kok,"
Aku : "Besarnya sebesar kacang aja..'' jawabku ngawur lagi."
Aku : ''Kalo nanti ada waktu, tolong diperiksa ya Bu..''
Kataku lagi serius, tanpa menampakkan aku lagi berbohong.
Dr. Firdasari : ''Mm.. ya.. Ok.. nanti ya.. karena itu perlu dokter khusus,"
Dr. Firdasari : "Saya hanya bisa melihat kondisi awalnya sebagai referensi ke dokter ahlinya"
Dia tampak bingung, tapi akhirnya terjawab juga.
Aku berusaha serius
sekali saat mulai berbaring dan mulai melepaskan baju kancing hemku.
Dan dia mulai meletakkan stetoskopnya. Setelah itu, dia berbalik menuju
mejanya, duduk.Langsung aku menyahut.
Aku : ''Lho nggak jadi memeriksa iniku Dok?'' tanyaku sambil menunjukkan arah penisku.
Aku konsentrasikan agar penisku tidak tegang, agar terlihat aku memang mengalami yang aku keluhkan kepadanya.
Dr. Firdasari : "O.. ya.. yyya.. sebentar ya..''
Dia agak tegang, tanpa senyum dan berjalan menuju arahku.
Dr. Firdasari : ''Tolong disiapin ya..'' katanya.
Aku langsung mengerti maksudnya, dan melepas zip dan langsung kuplorot celanaku sampai di setengah pahaku. Celana dalamku masih terpasang.
Aku : ''Wahh..penisku kok sudah mulai bereaksi??!!! Gawat nih!'' pikirku.
Aku tetap berkonsentrasi agar tidak berdiri itu penis. Tapi ternyata Bu Dokter sudah memakai kaos tangan plastik.
Untungnya, penisku tidur lagi.
Aku : ''Pelan-pelan.. bagus... bisa kerjasama!'' gumamku dalam hati.
Dia mendekatiku, dan berkata.
Dr. Firdasari : ''Yang mana?''
Aku langsung membuka celana dalamku dan penisku tampak terkulai dan mulai berdiri.
Aku : ''Wah... memang tidak dapat diatur!'' umpatku dalam hati.
Aku tetap serius sekali, tanpa senyum dan mulai memegang penisku sendiri dan membolak-baliknya.
Aku : ''Nah... biasanya muncul di sini,"
Aku : "Tapi kadang tidak ada.. sekarang ada nggak ya?'' kataku bohong.
Aku : ''Coba, saya tidak tahu yang normal gimana,"
Aku : "Pasti Bu dokter tahu apa itu yang dinamakan benjolan..'' pancingku.
Dr. Firdasari : ''Mmmm..''
Dia tampak berkedip-kedip dan bibirnya kering tanda tegang, dan dia mulai memegang penisku..
Aku : ''Uhghh... lembutnya..''
Gumamku dalam hati kesenangan merasakan kehalusan tangannya saat menyentuh penisku.
Penisku tambah bersiap tegang seakan kaku sekali.
Aku : ''Ehh.. maaf ya Bu.. adikku kok jadi gini..'' aku pura-pura agar suasana jadi santai.
Dr. Firdasari : ''Hemm.. hmm..'' dia senyum manis sekali, menahan malunya.
10..
14.. 15... 18.. 20cm.. sekarang penisku dalam posisi puncak sambil
sesekali manggut-manggut seakan kesenangan dilihat dan disentuh oleh
dokter Firdasari yang cantik.
Aku pejamkan mataku untuk menikmati
sentuhan di penisku dan aku membuka pahaku untuk membebaskan tekukan
kantung pelir yang tersisa saat pwnisku masih lemas. Lututku menyentuh
pahanya.
Dan parahnya, cairan nafsuku tampak di ujung kepala penisku.
Aku : ''Wah.. gawat nih!'' pikirku.
Dia mulai memegang dengan tangan dua. Tangan kiri memegang bagian atas, tangan bawah mencari benjolan di bagian bawah penisku sambil mengurutnya dari atas sampai ke bawah.
Aku : "Ughhhh.."
Aku terangsang sekali dengan sentuhannya. Sekali-kali
dia berhenti dan memutar-mutar ujung telunjuknya untuk memastikan apakah
di situ ada benjolan dan berjalan lagi ke bawah, begitu seterusnya.
Meski dengan kaos tangan, masih terasa halusnya tangan dokter Firdasari.
Aku : ''Hhhhuhhhhhhgg..'' ucapku dalam hati.
Pasti dia tahu bahwa saat itu aku sangat terangsang oleh
sentuhannya. Kakiku berkali-kali tampak kaku untuk menahan rasa geli
bercampur nikmat. Tapi dia mendekatkan matanya ke arah penisku dan
meneliti betul-betul. Sekitar 20 centi kepalanya berada di depan
penisku dan rambutnya jatuh ke arah pangkal pahaku.
Aku : "Woowww... menambah
rangsangannya kepadaku!!!" pikirku.
Aku : ''Huffhhh...''
Aku coba memberikan reaksi terhadap sentuhannya, berharap dia membalasnya, sangat berharap.
Dr. Firdasari : ''Kenapa? Sakit?" tanyanya serius.
Aku : ''Heh? Sakit? Belum, eh.. nggak..''
Kataku tanpa melihatnya, melihat ke atas, menahan rasa nikmat.
Aku
melirik ke bawah. Cairan nafsuku tampak meleleh meluber di kepala
penisku dan akhirnya mengenai ibu jari kirinya.
Aku diam saja.
Dr. Firdasari : ''Kapan terakhir kali ada benjolan?'' dia tanya lagi.
Aku : ''Kira-kira dua hari lalu, saat pulang kantor saya lihat waktu mandi malam hari. Hghhm''
Jawabku cepat sambil menahan nikmaaat.
Tiba-tiba,
terasa kepala penisku digosok oleh sesuatu dan ketika aku lihat,
jempol Dokter Firdasari mungkin berusaha membersihkan jempolnya dari
cairan nafsuku dengan cara meratakan cairan nafsukuku ke seluruh kepala
penisku.
Aku : ''Itu kennnnapa.. Dokkk??"
Aku : "Kok keluar cairannya, mungkin itu ya yang bisa sebabkan ada benjolan?''
Tanyaku berlaga dungu.
Dr. Firdasari : ''Ohhmm... bukan...'' dia melirikku sambil menggigit bibirnya.
Aku mencoba memastikan keadaan dirinya dengan memegang lengan kirinya yang memegang atas penisku dan mendorongnya ke bawah dan ke atas.
Aku : ''Maaf.. ya Dook..'' kataku sambil merem.
Dr. Firdasari : ''Mhmmm.. kok..'' dia tampak salah tingkah.
Aku : ''Dokter.. coba cari lagi, pasti ada di sana..'' lanjutku mulai melunjak.
Dia mendekatkan lagi kepalanya sambil serius memeriksa penisku. Hembusan nafasnya terasa dan merangsang rambut penisku untuk lebih menggiatkan rangsangan.
Aku : ''Whwhwhwh... hebbattt..'' gumamku dalam hati.
Tangan kananku membantu memastikan pancinganku dengan meletakkannya di atas pantatnya yang saat itu agak membungkuk ke arah penisku. Aku seakan meremas pantatnya agar tampak kesakitan, dan dia sempat terkaget.
Dr. Firdasari : ''Sakit ya?'' tanyanya.
Aku : ''Mhhmm.. ngggghhakk...'' bisikku memancing reaksinya.
Aku : ''Dookk..'' kataku berbisik.
Dr. Firdasari : ''Yaa..'' dia menoleh ke arahku.
Aku langsung tangkap kepalanya dan aku cium bibirnya.
Dr. Firdasari : ''Hmmshemm... Pahkk..'' ucapnya kaget, mencoba menghindar.
Aku langsung memainkan lidahku di mulutnya, dan
Tak kuduga sama sekali dia membalas ciumanku. Tampaknya Bu Dokter yang cantik ini sudah tak tahan lagi dengan kepura-puraannya. Ia sedari tadi tampaknya sudah terangsang oleh pemandangan dan sentuhan tangannya pada penisku. Dia segera melepas kaos tangannya dengan cepat dan meletakkan tangannya di atas pahaku.
Aku : ''Aduh geli juga!'' batinku.
Tangannya telah lepas dari penisku dan tanganku langsung menuju ke roknya dan mencari zipnya. Setelah ketemu aku lepas pelan-pelan, dan akhirnya rok span berwarna hitam itu jatuh dengan sendirinya ke lantai ruang periksa itu.
Kini dia berbungkuk berciuman denganku tanpa rok,
hanya celana dalam berendanya yang juga berwarna hitam dan baju atasnya
yang masih tertutup rapat.
Tanganku langsung menuju ke vaginanya yang
masih terlindung rapat, ternyata di sana kutemui terdapat banyak cairan
lendir, basah.. Pertanda Dokter cantik ini sudah sangat terangsang.
Langsung aku tarik bagian celana dalam yang bertepatan dengan vaginanya
dan aku masukkan jariku ke sana, kugosok-gosok.
Langsung aku temukan itilnya karena ternyata sangat basah sekali area terlarang dan rahasia itu. Merem melek matanya saat aku gosok itilnya. Tapi, dia menyambutnya dengan menggoyangkan pantatnya maju-mundur maju-mundur maju-mundur tambah cepat dan akhirnya kaki kanannya naik ke bangku di bawah dipan prakteknya dan itu memperlancar tugasku. Vaginanya terbuka lebih luas. Akhirnya tangannya kembali menuju ke penisku, mengelus-elus penisku dengan gemas.
Aku : ''Mghhgmmmm...'' aku agak kaget menerima elusannya.
Aku : ''Ennnnhhakkk...'' batinku puas.
Aku bangun dan aku tahan posisinya agar tidak menjauh, dan kembali menciumnya sambil melepas kancing bajunya satu persatu dan menurunkan tali BHnya kiri dan kanan. Tuntas.
Kini, teteknya tergantung bebas.
Aku : "Wahhh... "
Aku baru tahu sekarang ternyata teteknya cukup besar tapi padat putingnya kecil berwarna kecoklatan dan tampak jelas olehku sudah tegak mengacung dengan pongahnya, tapi ketika aku coba elus.
Dr. Firdasari : ''Aghhhhh... Phak.. kenapaaa...'' dia merem melek sambil terus berkata seperti itu.
Akhirnya aku turun dari dipan itu, dan melepaskan secara tuntas semua baju yang menempel di badanku. Dia dengan tergesa-gesa juga melepas kancing-kancing yang tersisa dan memelukku dengan erat.
Dr. Firdasari : ''Pakkk.. aku sudah lama menunggu... tapi aku maluuu..'' katanya pelan.
Dr. Firdasari : ''Bagaimana dengan istri Pak Dino.. nanti..?'' tanyanya kemudian.
Aku : ''Ssssst... ayo kita ke ruangan istirahatmu..'' ajakku tanpa menjawab pertanyaannya.
Aku memang langsung ingat istriku, tapi aku merasa kasihan melihat dia sudah begitu terangsang oleh sentuhan dan gosokan tanganku. Aku tidak tega mengecewakannya. Aku berjalan kira-kira 4 langkah saja, sambil penisku mendongak ke atas ke kiri dan kanan.
Ternyata ruangannya cukup kecil tapi nyaman. Ada kulkas, tv dan ranjang untuk 2 orang. Pas.. Aku langsung mendudukkannya dan mendorong tubuhnya agar tidur terlentang.
Aku : ''Sekarang gantian aku yang memeriksa dokter.."
Kataku sambil mengarahkan mulutku ke vaginanya.
Kuhembuskan nafasku ke rambut-rambut jembutnya yang tidak terlalu lebat tapi panjang-panjang itu dan vaginanya yang sudah basah oleh lendir birahinya.
Dr. Firdasari : ''Hmhhshhhhhghgmgmg.... Phakkk.. uuuhh... adhhhuuhhh... enhhakkk''
Katanya sambil mengangkangkan kakinya lebih lebar.
Tak kusangka dia mau berbuat seperti ini di depanku. Padahal aku baru bertemu dia 2 kali ini. Tangannya memegang lututnya untuk menjaga dan menahan agar tetap bisa mengangkang, dan mulut vaginanya terbuka lebar. Aku bisa melihat dengan sangat jelas itilnya yang berwarna merah muda berkilat basah sekali oleh lendir kawinnya. Dia pejamkan mata sambil mengarahkan kepalanya ke atas menikmati jilatan-jilatan pada liang kawinnya. Aku terus menjilati vagina Dokter Firdasari dengan ganas dan.
Dr. Firdasari : ''Aggghhhh... diapakan ini.."
Dr. Firdasari : "Kok... eeennhhkk ssssghshhsm... terus... yyyyaa..'' jeritnya keenakan.
Dia bergoyang liar dan menggoyangkan pantatnya. Sekarang telapak kakinya bertahan di kasur dan mengangkat pantatnya sehingga aku lebih terdorong menekan vaginanya. Mulutku sudah basah gak karuan oleh lendir birahinya yang terus menerus keluar tiada hentinya dan baunya yang sangat khas sangat merangsangku.
Aku : ''Rasanya gimana... Hhhehhh'' tanyaku bersemangat.
Dr. Firdasari : ''Ehhhnnn.. ehnnnn... ehhnaak... aku ggaakk kuat.. ghshhhmm''
Sahutnya memegang kepalaku dan menggoyangkan ke kiri-kanan.
Kakinya sekarang melingkar di punggungku dan kaku.
Dr. Firdasari : ''Phhhakk... akkkkku.. ggakk.. kuuuatttthh... aku.. piingiiiin... ayoo..''
Dia agak menjerit, seluruh tubuhnya menjadi kaku.
Aku yakin dia sudah mengalami orgasme minimal 4 kali. Aku berdiri dan melap mulutku dengan bantal dan. Tiba-tiba penisku terasa hangat oleh mulut dokter Firdasari... Ohhhh... Tangan kirinya memegang buah pelirku dan memilin-milin sehingga aku teriak.
Aku : ''Aghhhh...'' teriakku.
Dr. Firdasari : ''Sakit yaa..?" dia agak kaget.
Dr. Firdasari : ''Ayoo.. Pak Dino..'' katanya.
Aku : ''Ayo apa?'' sahutku.
Langsung aku didorongnya dan dia naik di atas penisku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Dia langsung terpejam rapat sekali sambil membuka mulutnya. Merangsang sekali dia.. Uhhhhh.... Langsung masuukk..
Dr. Firdasari : ''Aghhhhhhhhhhmsssm.... aku nggak kuat... Pakk.. cepat...''
Dia sudah sangat bernafsu dan mungkin dirasakannya vaginanya sudah demikian gatalnya ingin digaruk oleh penisku.
Dia maju-mundur membuat penisku terasa licin dan sangat terangsang hebat. Terasa kedut-kedutan kecil dan akhirnya membesar.
Aku tidak ingin ini berakhir cepat, langsung aku dorong dia dan aku tarik napas panjang. Cairan nikmatku tidak jadi keluar dan dia agak kecewa, tapi ia langsung duduk kembali dan naik ke penisku lagi dan menggoyangkan tubuhnya kembali. Kali ini goyangannya sangat liar dan aku tak kuasa menahannya.
Aku : ''Firdaa.a.a...... aku nggak kuattt... lagi..'' bisikku.
Dr. Firdasari : ''Ayoo.. keluarin aja.. aku punya penangkalnya..'' bisiknya bersemangat.
Aku : ''Kamu merangsang, Firda, susumu gede..."
Aku : "Pentilmu merangsang.. aku suka pantatmu.. ughhh..... "
Aku : "Memekmu... ohhhhh ennhakk...'' racauku berulang-ulang.
Dr. Firdasari : ''Ohhhhyyyyyya... uhghh...penismu juga gede.. Din..''
Dia sudah tidak memakai "Pak" lagi.
Dr. Firdasari : ''Penismu.. aku suka.. panjang.. oh.. rasanya sampe ke dadaku..."
Dr. Firdasari : "Oh.. oh... ayoo.. sama-sammmmmmmmmaa...."
Ucapnya jorok yang tidak pantas diucapkan oleh seorang dokter wanita sepertinya.
Dia tampak kaku sekali dan wajahnya sangat lain, seperti mendapat hukuman yang sakit sekali, wajahnya menjadi anehh matanya terbelalakk tapi merangsangg.
Aku : "Ohh.. aku juga gak kuat lagi.. Kedut-kedutan itu menjadi-jadi.."
Aku : "Ohh... kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak kusangka-sangka,"
Aku : "Ternyata dari Dr. Firda yang anggun itu bisa keluar kata-kata yang merangsangku... "
Aku : "Hhhoohoh..."
Aku angkat pantatku dan dia menekan pantatnya sehingga penisku masuk sedalam-dalamnya ke lubang kawinnya, dan cairanku lepas tak terkendali di dalam vaginanya.
''Crrrttt.. crtttt.. crrrtt... crrttttt... cccrrrt.. crrtttt...''
Seluruh bagian dari penisku menjadi sangat peka dan tanganku seakan menahan goyangannya agar berhenti. Sungguh aku tak kuat. Ohh.. rasanya nikmaatt sekali... dan dia berada di atasku selama 1 menit... penisku mulai lemas, tapi masih di dalam.
Dia mulai menggoyangkan pantatnya pelan sekali, seperti tidak ingin kehilangan kenikmatan dari persetubuhan ini.
Dr. Firdasari : ''Dhinn... aku kayaknya laggii..''
Sambil berbisik dia menggoyangkan pantatnya tambah cepat.
Penis aku masih bisa bertahan agar tidak tidur, dan.
Dia mulai lagi! Tak kusangka, dokter wanita ini mempunyai libido yang yang sangat besar.
Dr. Firdasari : ''Lagii.. lagii.. aku lagii.. Dhhhiinn.... oghhh... "
Dr. Firdasari : "Penismuu.. .penismu...penismmmmmuu.. Ennnnhakkk..''
Ternyata dari mulut yang cantik itu bisa keluar kata-kata jorok dan merangsangku.
Pantatnya maju mundur sangat liar, ke kanan.. kiri.. terus.. terus.. terus.. Tangannya mencakar dadaku sampai sakit. Dia orgasme hebat sampai 8 kali. Akhirnya..
Dr. Firdasari : ''Uddhahh.. kasian kamu.. Dhin.. makasih yaaa..."
Dr. Firdasari : "Maaf ya... aku sudah pingin dari dulu.."
Dr. Firdasari : "Tapi kita tidak pernah ketemu seperti tadi.."
Dr. Firdasari : "Makasih sudah datang ke sini..''
Katanya sambil berdiri menuju ke kulkas mengambil air putih dan menawarkan ke aku.
Dia menuju ke ruang prakteknya dan mengambilkan bajuku. Lalu dia mandi dan berpakaian rapi kembali. Lain sekali dengan saat dia telanjang bulat, sekarang dia menjadi anggun kembali. Aku berkunjung ke prakteknya sedikitnya 1 bulan sekali untuk melanjutkan kangenku dan kangennya, karena kalau terlalu sering bisa-bisa tetanggaku akan curiga masak sakit kok terjadwal.
Aku tidak tahu, akhirnya aku menjadi ketagihan untuk menjalin hubungan dengan selingkuh ini dengan wanita lain. Serasa ada semangat dalam hidup ini.
Aku : "Wah gawat nih...!!"
Suatu ketika, istriku sakit dan terpaksa aku harus bawa ke dokter. Nahh.. ya terpaksa dokter Firdasari saja, karena istrikulah yang memintanya untuk ke dokter itu saja. Aku mendapatkan nomor 30, berarti sekitar jam 19.00 baru dapat giliran masuk. Aku dan istriku sudah masuk ke ruang tunggu jam 19.00, wah.. rasanya perutku sakit sekali menahan tegang. Aku kuatir hubunganku diketahui oleh istriku, karena katanya istri punya indra keenam yang mampu mengetahui kegiatan suaminya!! Percaya atau tidak.. tapi lebih baik waspada.
Tiba giliran kami!!
''Masuk..'' kata suster jaga mempersilahkan.
Dan benar saja, terlihat sekali Dr. Firdasari kaget ketika melihatku masuk bersama istriku. Tapi untungnya dia segera menguasai keadaan dan istriku tidak begitu memperhatikan.
Dr. Firdasari : ''Ooo silakan duduk..'' kata dr. Firdasari mencoba membuat suasana tenang.
Leli : ''Leli..'' kata istriku saat dr. Firdasari menanyakan nama istriku.
Aku sendiri sangat gugup saat duduk dan mulai menceritakan sakit istriku ke dokter Firdasari. Beberapakali istriku menambahi dengan keluhan sakitnya. Dokter Firdasari memperhatikan dengan serius dan sekali-kali melirikku dengan cepat lalu kembali pandangannya ke istriku. Istriku lalu dipersilakan menuju ruangan berkorden (aku tidak pernah tahu untuk apa sebelumnya) yang ternyata untuk pasien wanita. Istriku menutup korden dari dalam dan naik ke dipan dan melepas bajunya seperti diperintah oleh dr. Firdasari.
Sementara itu, aku di luar bersama dr. Firdasari, melihat dan berbisik kepadanya.
Aku : ''Apa kabar?'' kataku.
Dr. Firdasari : ''Baik..'' bisiknya sambil menahan senyum.
Dr. Firdasari : ''Nakal..'' tambahnya.
Dia menyiapkan sesuatu di mejanya dan menuju ke ruangan berkorden, aku ditinggal sendiri. Aku lantas punya ide, aku ambil kertas kosong dan ballpoin di meja itu, dan aku tulis pesan:
''AKU KANGEN SAMA KAMU.. MALAM INI.. YA.. SUN SAYANG.. DINO'' dan
Aku letakkan di mejanya
''Sreet..''
Dia keluar mengambil sesuatu dan kembali lagi.
Aku : ''Wah!! Akhirnya, selesai sudah dia memeriksa istriku'' batinku.
Sepulangnya, aku pura-pura mengambil dompet.
Aku : ''Waduhh! Leli,"
Aku : "Dompetku ketinggalan di kursi di ruang prakteknya dokter itu..'' ujarku pura-pura kebingungan.
Leli : ''Aduuuh.. gimana sih Mas.. kalo duitnya ilang gimanaaa.."
Leli : "Cepetan diambil sono.. cepet ya..'' katanya sambil masuk ke rumah dan menutup pintu.
Aku : ''Cihuyy!!'' aku teriak dalam hati dan berjalan balik ke dokterku yang cantik!
Sesampai di sana, pintu sudah tertutup dan lampu di dalam ruang praktek sudah dimatikan.
Aku : ''Waduhh.. jangan-jangan dia tidak membaca pesanku!! Gawat nih!'' kataku dalam hati.
Aku : ''Tapi kok aneh, katanya 24 jam tapi kok dimatikan? biasanya tidak begini!'' pikirku lagi.
Akhirnya aku coba menghubungi nomor teleponnya lewat Hpku.
''Tuuut''
Aku : ''Ya.. nyambung..'' ucapku senang.
Dan..
Dr. Firdasari : ''Hallo bisa dibantu?'' sahut dari sana, ternyata suaranya.
Aku : ''Eh.. sudah baca pesan belum..?'' tanyaku.
Dr. Firdasari : ''Ehh.. kamu nakal ya.. udah pulang sana.. kasian istrimu itu lhoo..'' jawabnya.
Aku jadi ingat istriku, tapi langsung juga kuingat permainan panasku dengannya.
Aku : ''Aku kangen nihh.., aku udah di depan pintumu nih..'' rengekku.
Dr. Firdasari : ''Oya..'' dia kaget.
Dr. Firdasari : ''Ya ya.. aku bukain..'' lanjutnya.
Pintu segera terbuka dan aku masuk, di dalam gelap.
Aku :''Ehh.. makasih ya.. kok tumben tutup?'' tanyaku.
Dr. Firdasari : ''Ya, aku mau isirahat karena besok aku ada acara di Jakarta."
Dr. Firdasari : Pagi jam 5 harus ke Juanda aku 15 hari di sana, ada seminar''
Katanya memelas, minta dikomentari.
Aku : ''Wahh..'' ucapku.
Sambil kupegang wajahnya, pipinya, hidungnya, mulutnya, kemudian kucium bibirnya.Aku
lumat bibirnya dalam gelap dan tanganku mulai meraba seluruh tubuhnya,
mulai dari pundak dan pinggul serta pantatnya. Aku lepas kancing bajunya
dan aku cium ganas putingnya setelah menarik BHnya ke atas.
Dr. Firdasari : ''Agghhmmm aku kangenn Dhhiin..'' bisiknya agak merintih.
Dr. Firdasari : ''Kamu gak kangen kaann..'' tanyanya memelas.
Aku : ''Firda. aku kangennn juga.. aku kan ke sini.. sekarang..''
Jawabku sambil membimbing tubuhnya ke sofa ruang tunggu. Di
dalam ruang tunggu yang gelap, aku cium dengan hangat dan lembut
seluruh bagian teteknya sambil mampir ke ketiaknya yang berkeringat dan
berbau sangat merangsang birahi, lain dengan istriku, juga harum.Tapi
lain.
Aku tetap berbaju lengkap, tangannya meraba zip celanaku dan
membukanya. Aku bantu dan akhirnya terlepas. Aku turunkan hingga ke
lutut lalu celana dalamku. Aku tarik tangannya, kemudian gantian aku
duduk di sofa dan aku beri tanda agar dia naiki aku dari depan seakan
dia berhadapan denganku. Tangannya berpegangan di sandaran sofa dan
sambil merem matanya.
Dia berangsur-angsur memasukkan penisku ke dalam vaginanya, aku bantu dengan menarik pantatnya.
Dr. Firdasari : ''Ahhhhhhhhhhgg..
uhhhhh.. sss.. Diinn.. gimana kalau aku ke Jakarta,
Dr. Firdasari : "Aku pasti
kangehhhennn..''
Dia tetap merem dan mulai menggoyangkan pantatnya
menyetubuhiku maju mundur.. naik turun.. terus..
Aku : ''Adddhhh.. Firda.. ennahkk.. kamu merangsang kalau begini.."
Aku : "Aku merasa nikmat sekali..'' kataku.
Dr. Firdasari : ''Oyaa.. Terus..? Hhh? Ss'' dia menyambut. Tiba-tiba..
''Tiiiiiit.. tiiiiit..'' Hpku bunyi!
Aku : ''Wah!!'' ucapku setengah kaget.
Ketika aku lihat di layar, ternyata nomor rumahku! Istriku rupanya. Segera aku pasang kode ke dokter Firdasari untuk diam dan..
Aku : ''Ya...
sudah.. aku mampir beli kacang nih.. di toko sebelah.."
Aku : "Sebentar ya..
hehh.. oya.. 1 saja.. ya? mereknya? OK.. daaa'' aku tutup hpku.
Aku : "Wahhhh.."
Aku langsung goyang kuat pantatku untuk menuntaskan persenggamaan
terlarang ini secepatnya daripada nggak dapat sama sekali. Angkat dan
turun, dia menyambut.
Aku : ''Truss.. truss.. lagi. Truss.. yyyaya.. yyyah..'' goyangannya bertambah liar.
Aku kewalahann, aku perkuat peganganku dan akhirnya kepalanya terlempar ke belakang!!
Dr. Firdasari : ''Dhhiiinnoo.. aku ngggggakk kuuuatttttthh.. ahgggg''
Dia orgasme dengan kuat sekali.
Segera putingnya aku gigit lembut untuk menambah kenikmatannya.
Dr. Firdasari : ''Ahhhhh.. Diiinn.. jangann.. ennhhakkk.. ya.." racaunya tak karuan.
Aku terangsang dengan polahnya, kedutan kecil membesar cepat sekali.
Dan..
''Crrrrt.. crrtt.. crrtt.. Crrtt.. crrttt''
Aku : "Aku keluar.. nikmaaaaaat.. sekali..."
Langsung
aku berdiri, dia berjingkat menuju kamar mandi. Nggak enak memang
sebenarnya langsung segera pergi, tapi mau gimana lagi. Aku berciuman
dengan dokter Firdasari lagi, mesra.. Tanda pamitan dia ke Jakarta
besok. Setelah minum air putih, aku pamit pulang kepadanya.
Dr. Firdasari : ''Makasih ya Din..''
Dia katakan itu dengan mesra di sela pintu prakteknya dan cepat-cepat ditutup pintunya.
Aku mampir ke toko sebelah membeli kacang dan snack pesanan istriku.
*****~The END~****
0 komentar:
Posting Komentar